Monday, March 9, 2015

DESA DENGAN KEARIFAN LOKALNYA

       
Masjid Kuno Bayan
Satu wilayah adat tertua di KLU adalah kecamatan Bayan. Kecamatan Bayan yang terletak di hamparan kaki Rinjani memiliki luas wilayah 356,75 km2 dengan jumlah penduduk 42.741 jiwa berjarak 80 Km (3 jam) dari Mataram, ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

        Di Kecamatan Bayan terdapat sebuah wilayah yang dikenal dengan sebutan “Bayan Beleq” (Bayan adalah bahasa Arab yang berarti penjelasan atau penerangan, sedangkan Belek-bahasa Sasak, artinya besar). Bayan oleh banyak kalangan menyebut sebagai tempat dan pertama penyebaran agama Islam dan termasuk salah satu nama kerajaan yang tertua di Pulau Lombok. Hal ini dibuktikan dengan masih utuhnya cagar budaya Masjid Kuno Bayan.


        Kepemimpinan tradisional sangat melekat dalam kehidupan masyarakat di kecamatan Bayan. Selain aturan formal, masyarakat juga masih memegang aturan adatnya. Salah satu desa adat tertua di kecamatan Bayan adalah desa Karang Bajo. Karang Bajo secara administrative merupakan Desa termuda juga di Kecamatan Bayan.Desa Karang Bajo, yang memiliki visi terwujudnya masyarakat desa yang berfikir jernih, aman dan sejahtera ini, terdiri dari 7 dusun dengan jumlah penduduk 3.242 jiwa. Dari jumlah penduduk tersebut sebagian besar bekerja sebagai buruh tani dan pedagang bakulan dengan potensi unggulan adalah pertanian dan perkebunan. Ini dapat dilihat dari total luas wilayah Desa Karang Bajo 1.168 hektar, 209 ha diantaranya adalah wilayah irigasi dengan perincian, sawah tadah hujan 38 ha, tegalan atau kebun 137 ha, tanah ladang 300 ha dan perkebunan 200 ha. Selain itu, Desa ini juga memiliki asset wisata budaya dan rumah tradisional di Gubug adat Karang Bajo serta sebagai pintu masuk ke obyek wisata Senaru dan Bayan. Asset-asset tersebut harus dikelola dengan baik sehingga agar bisa menghasilkan bagi desa Karang Bajo yang tidak memiliki pantai ini.

        Sebagai sebuah komunitas masyarakat adat, masyarakat disana masih kental dengan nilai-nilai dan kearifan lokal mereka masing-masing, seperti contoh gaya bertani mereka yang masih menggunakan aturan lokal, ritual-ritual adat yang hingga sekarang masih dijalankan, gaya mengundang (menyilak) dan masyarakat yang masih mengenakan pakaian adat. Disamping itu juga, masyarakat Karang Bajo masih memegang kuat kebiasaan musyawarah (gundem) untuk mufakat yang sering digelar hamper sering ada masalah atau apa saja yang menyangkut dengan adat istiadatnya, dan gotong royong.

No comments:

Post a Comment