Thursday, May 28, 2015

PADI BULU

Panen Padi Bulu (Mataq)
POLA TANAM PADI BULU

        Padi Bulu merupakan tanaman padi yang sangat erat hubungannya dengan Masyarakat Adat Bayan, karena padi inilah yang harus dijadikan sebagai bahan makanan wajib dalam setipa ritual adat, baik itu yang dilaksanakan di dalam Kampu maupun ritual-ritual yang dialksanakan dirumah masing-masing. Begitu pentingnya padi bulu ini, sehingga sampai saat ini Padi Bulu masih dilestarikan oleh Masyarakat yang ada di Komunitas Adat Bayan.

      Jika kita membandingkan dengan
bahan pokok lainnya seperti Cilosari, IR, Invari, atau Masyarakat menyebutnya dengan padi gabah, maka nilai ekonomisnya jauh lebih banyak dari gabah. Gabah memiliki umur sekitar 3 bulan sudah bisa dipanen, sedangkan untuk padi bulu membutuhkan 4 sampai dengan 5 bulan baru bisa dipanen.

        Masyarakat Bayan (Masyarakat Adat) memiliki bentuk perekonomian dari zaman terdahulu atau dari para leluhur, yaitu system lumbung.  Lumbung ini merupakan wadah/tempat untuk menyimpan padi bulu. Lumbung ini memiliki 2 jenis, yaitu Geleng dan Sambi.
Lumbung (Geleng)

       Geleng merupakan lumbung untuk menyimpan padi dalam jangka waktu yang sangat lama, sekitar 5 tahun, hal ini karena pada geleng terdapat bundaran yang dibuat sedemikian rupa dibentuk pada setiap ujung tiang sehingga tikus tidak bisa naik. Sedangkan pada Sambi tidak terdapat tiang sebagai penghalang tikus untuk naik, sehingga penyimpanan padi hanya sekitar satu tahun untuk Sambi.

        Dengan adanya lumbung ini, maka ketahanan pangan pada masyarakat adat yang ada di Bayan sangat terjamin, sehingga krisis moneter yang pernah terjadi pada masa Orde Baru tidak begitu dirasakan oleh Masyarakat Adat yang adat yang ada di Bayan, hal itu terasa hanya apabila mereka membeli bahan makanan atau kebutuhan   lain yang dibuat oleh pabrik atau indutri saja.

        Padi gabah jutru tidak memiliki tempat penyimpanan yang tersendiri, seperti gudang atau yang lainnya. Padi gabah hanya ditanam rata-rata pada musim kemarau, dan setelah panen rata-rata petani menjualnya, hanya menyisakan sebagian saja sebagai bahan makanan untuk kebutuhan sehari-hari. Padi gabah tidak bisa digunakan sebagai bahan makanan pokok pada setiap ritual yang dilakukan oleh Masyarakat Adat, hal ini karena padi gabah selama proses penanaman sampai panen tidak ada satu ritualpun yang dialui, sehingga Masyarakat Adat menyebutnya sebagai padi yang tidak Beradat.

        Sementara padi bulu memiliki banyak ritual yang dilalui, mulai dari penanaman sampai pada penen, bahkan sampai pada tempat penyimpanannya di lumbung. Berikut tahapan penanaman dan ritual yang dilakukan untuk padi bulu.

1.    Selamet Olor

        Selamet Olor merupakan ritual yang dilaksanakan setiap tahun menjelang datangnya musin hujan, menjelang datangnya musim hujan untuk penanaman padi bulu. Prosesi ini dilakukan hanya pada hari senin oleh komunitas Adat dari Kepembekelan Karang Bajo, hari senin ini dianggap hari yang sangat baik karena sesuai dengan hari kelahiran Nabi Muhammad, SAW. Sedangkan untuk Komunitas Adat Kepembekelan Bayan dan loloan dolaksanakan pada hari Kamis.

        Dalam prosesi ini yang memimpin adalah Inan Aiq (Ibu Air), yaitu orang yang garis keturunannya memang sudah ditentukan sejak dahulu yang memiliki tugas untuk mengatur penggunaan air bagi para petani pemakai air (subak). Inan Aik yang walaupun dalam arti kata Inaq/Inan yang artinya perempuan tetap yang menjabat adalah laki-laki, karena bagi Masyarakar Adat yang mengurus atau bertanggung jawab untuk kehidupan orang banyak tidak boleh seorang perempuan. Hal ini bisa diartikan bahwa tidak diperbolehkan Imam perempuan untuk mampu laki-laki, walaupun pada dasarnya kemampuannya lebih tinggi.

        Pada prosesi selamet olor, para subak akan membawa batun dupa (uang bolong) sebagai ungkapan terima kasih kepada kyai adat yang memimpin do’a. Mereka juga akan membawa ayam sebagai bahan makanan pada saat puncak acara, atau masyarakat menyembutnya dengan Meriap. Meriap merupakan acara terakhir dalam setiap prosesi adat yang dilaksanakan.

2.    Pembibitan (Tunang Bineq)

        Padi Bulu yang di simpan dalam lumbung pada tahun lalu dikeluarkan sebanyak kebutuhan yang diperlukan untuk pembibitan. Padi tersebut direndam dalam air selama 2 (dua) malam, setelah itu dikeringkan selama 1 (satu) samapai padi berkecambah (bakal benih keluar). Jika padi sudah berkecambah maka dilepas pada lahan yang sudah diolah untuk pembibitan. Cara penyebarannya yaitu dengan membuat barisan padi bersama tangkainya sesuai dengan jarak yang diinginkan.  Proses pelepasan bibit ini dalam Masyarakat Adat menyebutnya dengan Pengamparan.

      
Lahan yang akan digunakan untuk pembibitan harus diolah terlebih dahulu, tujuannya yaitu untuk mendapatkan benih yang sehat dan subur. Lahan yang digunakan ini tidak terlalu luas, sehingga dalam pengolahannya selalu dengan cara manual, yaitu membajak dengan sapi (menggara) dan atau dengan menggunakan cangkul (nyacah).
Pada saat menurunkan benih dari lumbung, harus menggunkan pakaian adat, serta memiliki tata tertib yang berirutan. Dalam setiap tata tertib memiliki do,a yang akan diniatkan, mulai dari naik tangga, membuka pintu lumbung, mengambil benih, merapikan padi setelah benih diambil, sampai pada menutup kembali pintu lumbung saat keluar/turun dari lumbung.

3.    Pengolahan Lahan

        Lahan yang akan digunakan untuk menanam padi bulu harus diolah terlebih dahulu, pengolahan lahan ada dua tahap yaitu, belesaq dan jejariang.

        Belesaq, adalah pengolahan lahan yang pertama, bertujuan untuk membalik posisi tanah yang bagian atasnya supaya berada pada bagian bawah, sehingga rumput yang tumbuh akan busuk. Pada saat pengolahan tanah yang pertama ini juga digunakan untuk memperbaiki petakan sawah, yang disebut dengam menambah, sehingga petakan sawah bisa menjadi lebih kokoh dan bisa ditanami dengan komak atau tanaman yang menjalar lainnya. Pada proses belesaq yang digunakan biasanya adalah alat bajak dengan menggunakan ternak sapi atau kerbau sebagai tenaga pembajaknya.
Pengolahan lahan yang kedua atau terakhir adalah jejariang, merupakan pengolahan lahan sampai tanah benar-benar siap ditanami dengan padi. Pada pengolahan ini Masyarakat sering menggunakan rombongan kerbau untuk menjadikan tanah lebih baik, atau sering disebut dengan Membole.

        Membole dilakukan dengan banyak kerbau, paling kurang sekitar 15 ekor kerbau untuk berjalan memutar pada petakan sawah yang dipimpin oleh satu orang didepan, dan beberapa orang pada bagian belakang kerbau-kerbau tersebut untuk menjaga supaya kerbau berada tetap pada perkumpulan/rombongannya biar tidak berpencar. Orang yang bagian depan akan memimpin dengan menyanyikan lagu tanpa sair, dan pada bagian kahir akan disambut oleh beberapa orang dibagian belakang, begitu pula sebaliknya. Syair yang digunakan tanpa kata dan tanpa memiliki arti, tetapi itu hanya ungkapan dengan menggunakan huruf pokal, a-i-u-e-o, yang tujuannya sebagai penyemangat dan juga sebagai penenang bagi kerbau-kerbau tersebut supaya tidak tegang.

        Pada masa sekarang ini, membole hampir dikatakan sudah tidak ada lagi. Hal ini disebabkan karena minimnya jumlah kerbau yang ada disekitaran Bayan. Dengan adanya kemajuan teknologi, banyak petani yang sudah menggunakan mesin dalam setiap pengolahan lahan, yaitu traktor. Traktor memiliki hasil yang lebih baik, biaya lebih irit, dan tenaga lebih sedikit. Tetapi traktor hanya bisa digunakan pada lahan yang petakan sawahnya lebih luas, dan kemiringan antara petakan sawah yang satu dengan yang lainnya rata-rata sekitar 20 derajat. Sehingga pada lahan yang semput atau miring masih tetap dengan membajak atau dengan membole.

4.    Penanaman (Melong)

        Bibit padi bulu yang sudah berumur sekitar 40 sampai dengan 45 hari dicabut dan diikat sebesar genggaman tangan, dengan menggunkan bamboo atau daun aren yang masih muda. Setelah itu ditebar dalam petakan sawah yang sudah diolah (jejariang), dan selanjutnya ditanam dengan cara manual yaitu dengan menggunakan tangan. Pada saat penanaman, dilakukan dengan cara mundur, hal ini dilakukan untuk tidak mengganggu atau merusak tanaman yang sudah ditanam pada sawah tersebut. Kegiatan menanam ini disebut dengan Melong.

5.    Penyiangan (Beliuh)

        Penyiangan ini dilakukan apabila terdapat rumput pada sawah yang ditanami padi, jika tidak terdapat rumput maka hal ini tidak perlu dilakukan. Pada tanaman yang memiliki banyak rumput dilakukan penyiangan setiknya dua kali, penyiangan pertama disebut dengan buang urut gauwan (saat padi berumur sekitar 2 minggi sampai dengan satui bulan), ddan penyiangan yang kedua dan seterusnya disebut dengan beliuh.

6.    Pemupukan

        Pemupukan ini dilakukan adalah untuk merangsang unsur hara tanah keluar supaya bisa dikonsumsi oleh tanaman. Pemupukan dilakukan sesuai dengan keadaan tanah yang ada pada tanaman tersebut, jika kurang subur maka dilakukan pemupukan secara organic dan an-organik. Dengan adanya pupuk dan obat-obatan pertanian yang hasilnya bisa dilihat langsung (proses cepat)dengan bahan kimia ini memberikan daya tarik bagi banyak petani, padahal disisi lain justru akan memutus rantai kehidupan yang ada pada sawah tersebut, dan hasil pertanianpun tidak baik untuk kesehatan karena menggunkan bahan kimia. Hal ini terjadi sekitar tahun 90-an s/d sekitar tahun 2000. Dan sekarang secara berangsur-angsur mulai menggunakan pupuk dan obat-obatan yang ramah lingkungan yaitu organic.

7.    Nyidekang (piak bubur petak. Bubur abang, memipit)

        Saat usia padi sekitar satu samapi dengan satu setengah bulan dilaksanakan prosei Nyidekang, yaitu prosesi adat untuk berharap padi tersebut memiliki banyak anakan. Pada acara nyidekang banyak hal (jenis makanan local untuk adat) yang harus dipersipakan seperti bubur petak dan bubur abang, dilakukan juga pemotongan ternak ayam oleh kyai adat, dan diakhir acara do’a dan makan bersama.

        Air yang sudah di do’a kan oleh kyai tersebut digunakan untuk memipit. Memipit merupakan memerciqkan air tersebut dengan pohon alu-alu dan anda rusa (jenis tanaman) mengelilingi pada bagian luar padi berlawanan arah jarum jam, dan cara mengayunkan tangan adalah kekiri sehingga percikannya tidak keluar dari areal padi yang kita miliki.

8.    Nyemprek

        Nyemprek dilakukan pada saat padi berumur sekitar 3 bulan atau saat padi mulai berbunga (hamil). Bahan makanan yang harus dipersiapkan dalam prosesi ini adalah ketan yang digoreng tanpa minyak, kemudian dicampur dengan parutan kelapa dan gula merah. Bahan makanan tersebut dicampur dan dilumat dengan mulut sambil keliling areal padi untuk menyempruhkannya pada pinggir padi milik kita. Putarannya selalu berlawanan arah jarum jam atau arah kanan, arah kanan merupakan hal untuk mengharapkan kebaikan.

9.    Panen (Mataq)

        Pada saat padi sudah tua, bijinya sudah kental dank eras maka padi bulu siap untuk dipanen. Panen dilakukan dengan menggunakan renggapan, yaitu alat untuk memotong tangkai padi dari pohonnya. Renggapan terbuat dari kayu yang dibuat sedemikian rupa berdasarkan ukuran tangan yang memakainya. Pada bagian tengahnya diletakkan besi yang sudah diasah (tajam) sebagai pemotong tangkai padi, panen denga alat renggapan ini disebut dengan Mataq.

      
Padi  yang dipatak diikat dengan pohon padi bulu atau bamboo sebesar pegangan tangan, yang disebut dengan intian. Hasil panen yang berupa intian-intian tersebut dikumpulkan pada tempat terbuka untuk dikeringkan tangkainya sehingga bisa diikat dalam bentuk belahan dan teklanan. Pada saat mengikat menjadi belahan dan teklanan ini dilakukan mulai dari sebelah utara atau bagian yang rendah, hal ini juga dilakukan pada saat mataq yaitu selalu dimulai dari sebelah utara.

10.    Pengeringan (Mengandoq)

       
Padi yang sudah diikat dalam bentuk teklanan atau kawinan tersebut dikeringkan sekitar 2 hari apabila cuacanya panas, atau lebih lama sampai padi tersebut benar-benar kering. Proses pengeringan ini disebut dengan Mengandoq.
Setelah selesai pengeringan ini, sebelum dimasukan ke lumbung dilaksanakan roah pare (roah andoan) terlebih dahulu. Keiatan ini lakukan dengan pemotongan ayam dan diakhir acara dilakukan do,a dan makan bersama. Prosei adat roah andoan dilaksanakan bertujuan untuk mengharapkan keridhoan Illahi atas rizki padi bulu yang telah mereka panen.

11.    Roah Sambi/Geleng (lumbung)

        Padi hasil panen dikumpulkan dalam lumbung, pada saat memasukan ke lumbung kita harus persiapkan berupa nasi dengan gula merah sebagai alu-alu. Saat memasukan kelumbung membutuhkan sekurang dua orang, satu orang yang masuk kedalam lumbung (berbusana adat) dan satu orang berada diluar sebgai pengangkat padi dengan bilah bamboo panjang untuk mengangkat padi tersebut.

       
Lelepet
Setelah padi bulu selesai didimpan dalanm lumbung maka pada hari keberikutnya dilakukan prosesi roah sambi. Roah sambi harus disiapkan makanan wajib berupa lelepet. Lelepet ini merupakan bahan makanan yang terbuat dari ketan yang bungkus dengan daun bamboo ikat atau daun pisang, lelepet dimasak dengan cara dikukus. Pada prosei ini juga akan korbankan ayam, dan pada puncak acara dilakukan do’a dan makan bersama atau meriap. Air yang sudah di do’a kan tersebut digunakan untuk memerciqkan (memipit) keliling lumbung dengan menggunakan tumbuhan berupa oram (ampas tangkai padi). Pada saat memipit dilakukan dengan mengililingi lumbung berlawanan arah jarum jam sama seperti halnya pada saat nyemprek.

        Jika semua prosesi tersebut sudah dilalui maka padi bulu tersebut dinyatakan sah digunakan untuk setiap prosesi adat apapun. Atas dasar inilah sehingga padi gabah dinyatakan padi yang tidak ber-adat, karena tidak satu prosesi adatpun yang dilalui, hal inilah yang menjadikan padi gabah tersebut tidak bisa digunakan untuk bahan makanan pokok dalam setiap prosesi adat.
Padi Bulu







No comments:

Post a Comment