Saturday, August 8, 2015

TRADISI MEMULANG ADAT BAYAN

Pasangan Pengantin
TRADISI MEMULANG ADAT BAYAN 
Penyusun : Renadi, S. Pd

A.    Latar Belakang

        Setiap daerah memiliki adat dan tradisi yang berbeda-beda, baik dalam perkawinan maupun yang lainnya. Pada sebagian daerah yang ada di Lombok yaitu Kecamatan Bayan yang ada di Lombok Utara (KLU), untuk mengambil perempuan yang akan dijadikan sebagai isteri harus dengan cara mencuri, tidak dengan melamar seperti dearah lain pada umumnya. Tradisi maling ini sudah dilakukan sejak berabad-abad dahulu oleh para masyarakat adat Bayan terdahulu sampai sekarang. Kebiasaan ini tidak ada intervensi dari aparat hukum atau kepolisian, begitu juga dengan pemerintah.
   
        Mencuri perempuan
untuk dijadikan sebagai isteri merupakan bentuk hak azasi manusia sepenuhnya bagi Masyarakat Adat, dimana setiap orang setelah dewasa berhak untuk menentukan hidupnya, baik itu untuk mencari pasangan hidupnya. Para orang tua tidak berhak untuk mencarikan pasangan pada anaknya, karena yang menjalani kehidupannya adalah mereka sendiri. Sebagai orang tua harus menerima dan menghargai keptusan yang diambil oleh anak-anak mereka untuk menetukan jalan hidupnya.
   
        Disisi lain, orang tua memiliki kewajiban untuk menikahkan anak mereka dengan orang yang tepat, yang mampu memberikan kebahagiaan lahir maupun batin. Untuk menjawab hal itulah sehingga orang tua dalam adat bayan hanya sebagai pemberi kebutuhan sampai pada akan menikah, begitu anak dewasa sampai pada mereka menikah akan menjadi tanggung jawab ahli waris sane kadang bangsa. Ahli waris sane kadang bangsa merupakan seluruh keluarga dari orang tua, baik dari garis keturunan ibu maupun bapak. Bahkan dalam perkawinan secara adat yang menjadi walinya adalah saudara kandung laki-laki dari bapak si perempuan. Sehingga apapun yang terjadi dalam sebuah keluarga itu akan menjadi tanggung ahli waris sane kadang bangsa tersebut, dan orang tua hanya untuk mengumpulkan mereka.
   
        Menurut Masyarakat Adat Bayan, mengambil perempuan dengan cara memalingnya (mencurinya) merupakan bentuk ketangkasan seorang laki-laki sebagai pelindung  keluarganya. Pada saat mengambil perempuan tersebut kita harus berusaha untuk tidak bertemu dengan keluarganya, jika hal itu terjadi maka kita harus mempertahankan dengan nyawa kita, karena apabila kita gagal maka dianggap kita tidak mampu untuk melindungi keluarga sendiri. Oleh sebab itu, tradisi ini maish sampai sekarang dan tidak dengan cara melamar. Melamar bagi masyarakat adat tidak sopan, karena hal itu sama saja dengan kita meminta sesuatu yang sangat disayangi oleh seorang keluarga, dan ini dianggap sebagai penghinaan.
   
        Untuk menghubungkan pembicaraan antara laki-laki dengan perempuan ini melalui perantara, masyarakat adat menyebutnya jeruman. Jeruman inilah yang tugasnya mengatur langkah strategis untuk membawa siperempuan kepada laki-laki yang akan dijadikan sebagai suami, sehingga yang menjadi jeruman adalah orang yang dekat dengan kedua belah pihak atau dengan bahasa umumnya adalah sebagai jembatan/penghubung.
   
        Masyarakat yang menjalankan tradisi kawin lari ini hanya sebagian yang ada di Kecamatan Bayan, karena banyak juga masyarakat pendatang yang dari Lombok Tengah, Lombok Timur, Bali dan lain-lain. Jika terdapat perkawinan antara orang Bayan Asli dengan masyarakat luar maka yang diikuti tradisinya adalah dari pihak perempuan, sehingga siap saja yang ingin membentuk keluarga baru harus memahami tradisi dan adat istiadat setempat terlebih dahulu.

B.    Pacaran/Apel (Midang)

        Untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya, atau saling memahami antara laki-laki dan perempuan adalah waktu adanya ritual adat yang dilaksanakan di Kampu (pusat ritual adat), ataupun ritual adat yang dilaksanakan disetiap rumah masyarakat adat. Ritual yang dilaksanakan di Kampu yang sifatnya banyak melibatkan masyarakat inilah yang dijadikan sebagi momen untuk saling mengenal, seperti pada acara Maulid Adat, Lebaran Tinggi (idul fitri), dan Lebaran Pendek (idul adha). Sementara acara yang dilaksanakan di rumah masyarakat yang juga sebagai waktu untuk saling mengenal seperti pada acara Qhitanan dan Tampah Wirang.

        Setelah saling mengenal satu sama lain, dan diantara mereka ada rasa yang special atau memiliki hubungan yang akan lebih serius menuju ikatan sebuah keluarga, maka laki-laki akan menanyakan alamat siperempuan. Mengetahui asal usul dari perempuan merupakan awal untuk bisa berkunjung atau midang. Pada saat bertamu ataupun midang ini merupakan proses perkenalan laki-laki kepada keluarga perempuan, karena pada waktu midang kita akan duduk bareng bersama keluarganya si perempuan.

        Waktu untu bertamu yaitu pada siang hari atau malam hari, tetapi waktu yang sering dilakukan adalah pada malam hari, karena pada siang hari rata-rata lagi sibuk bekerja. Malam hari untuk bertamu ini harus sekitar jam 19.00 sampai dengan jam 22.00. Waktu sekitar 3 jam berkumpul dengan keluarga perempuan ini merupakan saat yang dijadikan untuk pihak keluarga mengetahui asal-usul dan kehidupan keseharian laki-laki tersebut. Disnilah kita mengetahui apakah kita direstui atau tidak, hal ini diketahui melalui pembicaraan-pembicaraan yang biasanya disampaikan dengan kata-kata halus atau istilahnya sindiran.
Kata sindiran yang disampaikan ini apabila pihak keluarga kurang setuju dengan laki-laki tersebut, tetapi jika disetujui maka kata-kata yang keluar lebih banyak bersifat sanjungan. Apapun yang disampaikan oleh keluarga perempuan tidak menjadi kata mutlak untuk bisa melanjutkan hubungan atau tidak, karena yang menentukan adalah seseorang yang akan kita jadikan sebagai isteri, sebab pada waktu akhir dari lajang ini dilakukan dengan kawin lari atau tanpa sepengetahuan orang tua yang perempuan.

C.    Maling

        Kesiapan dari kedua belah pihak, yaitu laki-laki dan perempuan untuk menempuh hidup baru yaitu membentuk sebuah keluarga maka dilakukan mencuri/maling. Tradisi maling ini seperti yang dijelaskan pada latar belakang diatas adalah untuk memberikan kebebasan sepenuhnya pada seseorang untuk memilih pendamping hidupnya, tanpa interpensi dari pihak manapun. Pada tradisi ini hak asasi manusia betu-betu dijunjung oleh masyarakat adat Bayan.

        Hari yang dijadikan untuk proses pengambilan perempuan atau waktu maling ini harus terlebih dahulu diperhitungkan oleh pihak laki-laki, karena menurut masyarakat adat Bayan setiap hari akan memiliki arti tersendiri, ada yang baik untuk melakukan pemulangan, untuk pertanian, dan lain-lainnya. Sehingga, sebelum mengambil perempuan harus bertanya pada orang lain yang tahu tentang hitungan diwasa (hari baik), yang banyak mengetahui tentang diwasa ini adalah para kyai adat dan pemangku (pejabat adat).

        Diawasa yang baik akan memberikan arti dari sebuah hubungan kedepan, baik itu dari sisi hubungan suami isteri, rizki, maupun tentang keturunan kita. Jika kita sudah mengetahui hari baik tersebut maka yang harus dilakukan adalah mencari orang yang bisa kita jadikan sebagai penghubung dengan si perempuan, penghubung ini disebut dengan Jeruman. Orang yang akan jadi jeruman adalah orang yang dekat dengan pihak perempuan dan dia mau untuk membantu kita, sehingga untuk menentukan jeruman ini membutuhkan kehati-hatian.
Dalam istilah yang ada di Masyarakat menyebutnya dengan Pelemban Polak, hal ini terjadi karena kita salah memilih jeruman. Bukannya dia membantu kita justru dia yang menjadikan orang yang kita cintai sebagai isterinya.

        Tugas dari jeruman ini adalah membawa keluar perempuan dari rumah atau kampung halamannya menuju tempat yang sudah disepakati untuk bertemu. Dengan ada istilah pelemban polak ini, biasanya pihak laki-laki akan menentukan tempat pertemuan yang tidak jauh dari rumah keleurga perempuan, dan jumlah orang yang ikut waktu mengambil perempuan paling sedikit 3 orang atau lebih. Jika kurang dari 3 orang, hal ini dikhawatirkan ada hubungan diluar dugaan dan juga untuk mengantisipasi adanya gangguan selama perjalanan.
Perempuan yang dibawa kawin lari ini akan bersama dengan laki-laki calon suaminya akan mencari tempat untuk bersembunyi, dalam masyarakat menyebutnya bale penyebo’an (rumah tempat sembunyi). Rumah penyebo’an ini sudah ditentukan atau dibicarakan terlebih dahulu oleh pihak laki-laki, kriterianya yaitu tidak memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan pihak perempuan dan dia sudah memiliki tempat yang akan kita jadikan sebagi persembunyian.

D.    Sejati Selabar

        Begitu mengetahui bahwa anak perempuannya sudah tidak ada dirumah, maka keluarga akan mencari disekitar rumah atau di masing-masing rumah tetangga. Hal ini merupakan sebagai bentuk keperdulian seorang keluarga terhadap anggota keluarga lainnya, walaupun terkadang pada dasarnya dia sudah mengetahui bahwa anak atau salah satu keluarganya pergi kawin lari, tetapi hal ini biasanya terjadi apabila pihak keluarga yang perempuan merestui calon menantunya. Tetapi jika tidak, maka yang terjadi adalah mereka akan mencari sampai dimanapun, tetapi hal itu hanya bisa dilakukan pada malam itu saja, tidak untuk hari besok atau kedepannya.

        Sementara disisi lain, calon pengantin yang sudah berada di rumah penyebo’an akan ditempatkan pada kamar yang berbeda. Masyarakat Adat Bayan menyebutnya Duen Tikus, artinya tidak diperbolehkan terjadinya hubungan suami isteri. Hal ini dilakukan apabila kedua calon pengantin masih gadis dan jejaka, tetapi apabila salah satunya sudah pernah menikah maka malam itu juga akan diadakan Membedak dan Tobat Lekoq Buaq.

        Membedak yaitu memoles bagian tubuh calon pengantin dengan menggunakan kunyit. Membedak ini bertujuan untuk menguji iman dari calon pengantin, dimana jika dikeesokan harinya ditemukan sebagian besar dari bedak mereka luntur, maka itu membuktikan iman mereka belum kuat, tetapi jika masih utuh itu akan membuktikan bahwa mereka memiliki imam yang tinggi.

        Tobat Lekoq Buaq merupakan pembacaan dua kalimat syahadat oleh pihak laki-laki yang dipimpin oleh kyai adat. Pada prosesi ini yang disiapkan adalah perlengkapan sirih dan pinang yang diletakkan dalam sebuah wadah yang disebut dengan pebuan. Tobat Lokoq Buaq ini dilakukan. Kyai Adat akan memulai acaranya setelah salah satu keluarga pihak yang laki-laki menyilak (mempersilahkan untuk memulai).

        Membedak dan tobat lekoq buaq ini merupakan suatu prosesi yang harus dilaksanakan, karena sebelun dilakukan maka calon pengantin tidak boleh bekerja sedikitpun (dipingit). Setelah kedua prosesi ini dilakukan maka keduanya bisa disebut sebagai pengantin, dan mereka bisa melakukan aktipas yang sifatnya ringan atau sedang (resikonya tidak membahayakan nyawa). Sementara aktipas berat atau yang membahayakan nyawa tetap tidak diperbolehkan karena mereka belum melakukan prisesi perkawinan yang disahkan oleh walinya.

E.    Sajikrama Adat

Menyusun Bebatangan Saji Krama
        Saji Krama adalah keputusan dari para tokoh adat dan ahli waris sane kadang bangsa dari keluarga pengantin perempuan, dimana pengambilan keputusan musawarahnya ditentukan dari bagaimana proses pemulangan, status pengantin perempuan dan hubungan yang ada pada kedua belah pihak. Saji krama ini bisa berubah setiap saat tergantung dari harga rupiah, yang tidak bisa berubah adalah ulun dedosan dan atau sejumlah uang bolong (kepeng susuk). Dalam keputusan saji krama khususnya di Desa Karang Bajo, karena sudah menjadi sebuah desa sehingga hal-hal yang ketentuannya ada dalam saji krama tersebut dimasukan dalam sebuah peraturan Desa (perdes) Desa Karang Bajo.
Bakul (Rombong) Saji Krama

        Pada zaman dahulu awalnya di masa orde baru, yang memimpin dalam penentuan saji kerama perkawinan adalah pembekel bukan kepala dusun, tetpi karena jangkauan pembekel yang sangat luas, sehingga sekarang Kepela Dusun, yang nantinya akan menyampaikan hasil kepada Pembekel Adat.

F.    Perkawinan

        Pelaksanaan akad nikah yaitu dengan mengucapkan dua kalimat sahadat oleh mempelai sama seperti pernikahan pada umumnya, tetapi yang membedakan adalah perkawinan secara adatnya, diamana dalam prosesi ini yang menikahkan adalah Kyai Adat atas persetujuan dari wali (paman dari pengantin perempuan), dengan disaksikan oleh pembekel adat atau kepala dusun. Dua kalimat syahadat yang dihapalkan oleh pengantin pria berbeda dengan syahadat islam pada umumnya, tetapi memiliki arti yang sama, hanya menggunakan bahasa jejawen (jawa Kuno) yang disebut dengan Sahadat Bayan.

Berugaq Saka Enam (saka enem)
       Prosesi perkawinan adat ini dilaksanakan atas berugaq saka enam (saka enem) pada bagian sebelah selatan. Berugaq saka enam memang memiliki fungsi yang sangat banyak bagi masyarakat adat, mulai dari prosesi sejak kelahiran atau yang disebut dengan buang awu (pemberian nama anak), sampai pada prosesi kematian.

G.    Tampah Wirang

        Masyarakat Adat Bayan yang menjalankan tradsisi kawin lari memiliki ketentuan saji karma Adat, salah satu saji karma adat tersebut adalah dikenakan satu ekor sapi. Sapi tersebut merupakan saji karma yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan, dalam Masyarakat Adat Bayan menyebutnya dengan sapi wiring.


Penyembelihan Sapi Wirang
        Tampah Wirang merupakan acara pemotongan ternak yang diserahkan oleh pihak laki-laki tersebut kepada pihak perempuan. Sapi tersebut akan dikorbankan atau disembelih dikeluarga pihak perempuan, dan akan dijadikan sebagai lauk pauk untuk makan bersama dua keluarga besar.

        Dalam acara Tampah Wirang ini, keluarga laki-laki akan mengundang semua keluarganya untuk mengantar sapi kepada keluarga perempuan, setelah tiba dikeluarga perempuan langsung dikorbankan pada hari itu juga. Pihak dari keluarga perempuan juga akan mengundang semua keluarganya untuk sama-sama menyaksikan dan memotong ternak wiring yang telah dibawa oleh pihak laki-laki.

        Adat dan tradisi Tampah Wirang di Bayan merupakan salah bentuk untuk menjaga hubungan silaturrahmi sesama keluarga dan masyarakat. Adat dan budaya selalu membawa kebaikan dalam hubungan social, memiliki pilosofi yang penuh dengan syarat makna.

       Koordinator atau penanggungjawab dalam setiap pekerjaan ditentukan berdasarkan dari garis keterunan pihak perempuan. Yang bertanggungjawab untuk mengatur penggunaan beras adalah Inan Menik. Inan Menik adalah saudara perempuan dari ibu kandung pengantin perempuan. Untuk memasak daging sapi yang bertanggungjawab adalah Aman Jangan, Aman Janan adalah saudara laki-laki dari pihak perempuan. Kemudian yang bertanggungjawab untuk memasak nasi adalah saudara perempuan dari ayah kandung pengantin perempuan. Yang terakhir adalah sebagai wali adalah saudara laki-laki dari ayah kandung siperempuan.

        Bulan pelaksanaan untuk acara Tampah Wirang hanya pada bulan-bulan tertentu, seperti Bulan rabiul awal boleh dilaksanakan setelah lewat tanggal 12 menurut Wariga Sereat Adat Bayan, atau setelah acara Maulid Adat yang dilaksanakan dalam Kampu. Pada bulan rajab boleh dilaksanakan mulai dari tanggal satu sampai dengan sebelum tanggal 15 sya’ban. Untuk bulan syawal acara Tampah Wiran boleh dilaksanakan mulai dari tanggal 2 (dua) sampai akhir bulan. Sedangkan untuk bulan julhijjah waktu yang diperbolehkan adalah setelah tanggal 10, atau sesudah acara lebaran haji (lebaran pendek) dilaksanakan dalam kampu.

        Hari yang digunakan adalah berdasarkan Urip pemulangan, urip pemulangan merupakan hari saat laki-laki mencuri siperempuan untuk dijadikan sebagai isteri. Urip ada 2 (dua) yaitu urip 3 (tiga), adalah hari ketiga setelah kawin lari, dan yang kedua adalah urip 5 (lima), merupakan hari kelima setelah kawin lari. Hari yang digunakan keberikutnya juga bisa pada hari yang sama saat kawin lari, itu disebut dengan Nutulin.

        Jika dari hitungan hari berdasarka urip atau nutulin tersebut tidak bertepatan dengan hari jum’at, maka harus dilaksanakan roah jumat setelah acara Tampah Wirang. Sehingga banyak Masyarakat Adat Bayan yang melaksanakan acara Tampah Wirang pada hari jum’at, tujuannya adalah supaya acara tersebut selesai hanya pada satu hari itu saja, atau tidak perlu roah jumat lagi untuk merangkap acara Tampah Wirang. Karena periapan (makan bersama puncak acara) dapat didobelkan (dua periapan sekaligus), yaitu periapan Tampah Wirang dan Peripan Roah Jumat.

        Hari jumat bisa digunakan wlaupun tidak sesuai dengan urip kawin lari, karena hari jum’at merupakan diwasa (hari baik) Lokaq, artinya adalah hari jum’at merupakan hari yang paling baik diantara hari-hari lainnya. Masyarakat Adat Bayan dalam menentukan tanggal tiap bulannya selalu dimulai dari hari jum’at, oleh karena itu hari ini sangat special dibandingkan dengan hari-hari lainnya.

        Aturan dan ketentuan yang dibuat oleh para leluhur terhadap setiap ritual yang dilaksanakan semuanya memiliki arti dan makna tersendiri. Bulan, hari, dan tata cara pengambilan tugas dan tanggungjawab yang ditentukan sebagai bentuk untuk menjaga hubungan sesama keluarga dan masyarakat.





2 comments:

  1. Prosesi adat seperti sangat unik dan menarik. lestarikan agar generasi penerus mengetahui dan bangga dengan adatnya sendiri

    ReplyDelete
    Replies
    1. O.....ya dan itu kita berusaha untuk menjaganya. Terimakasih juga telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan sederhana ini, saya berharap Ibu Maria bisa memberikan saran dan kritikan juga sebagai evaluasi sehingga kedepannya bisa lebih baik

      Delete