Saturday, May 30, 2015

QHITAN (NYUNAT)

Qhitanan Randi (Nyembek Sebelum Dikitan)
QHITAN (NYUNAT)

        Bagi kaun pria atau laki-laki yang muslim (Islam) hukumnya wajib untuk diqhitan (sunat), bagitu pula dengan komunitas adat yang ada di Bayan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim, Masyarakat adat juga melaksanakan sunatan sebelum masuk usia balik (dewasa). Masyarakat adat memiliki cara yang sedikit berbeda dibandingkan dengan masyarakat umum lainnya.

        Masyarakat pada umumnya melaksanakan sunatan (qhitan) di hari-hari besar islam, seprti pada perayaan mauled Nabi Muhammad Saw. Atau hari-hari besar lainnya. Sedangkan masyarakat adat hanya melaksanakan sunatan pada hari senin untuk komunitas adat kepembekelan Karang Bajo, dan hari kamis untuk Kepembekelan Loloan dan Bayan. Bulan untuk melaksanakannya juga hanya pada bulan-bulan tertentu seperti rabiul awal, rajab, sya’ban, syawal dan julhijjah (bulan haji), sedangkan bulan-bulan lainnya tidak dipergunakan.


        Bulan rabiul awal boleh dilaksanakan setelah lewat tanggal 12 menurut Wariga Sereat Adat Bayan, atau setelah acara Maulid Adat yang dilaksanakan dalam Kampu. Pada bulan rajab boleh dilaksanakan mulai dari tanggal satu sampai dengan sebelum tanggal 15 sya’ban. Untuk bulan syawal acara qhitanan boleh dilaksanakan mulai dari tanggal 2 (dua) sampai kahir bulan. Sedangkan untuk bulan julhijjah waktu yang diperbolehkan adalah setelah tanggal 10, atau sesudah acara lebaran haji (lebaran pendek) dilaksanakan dalam kampu.

        Bulan-bulan selain yang disebutkan diatas tidak dipergunakan karena menurut Masyarakat Adat tidak memiliki berkah, atau bisa menimbulkan hal-hal yang tidak baik. Hal-hal yang tidak baik itu yang dimaksudkan adalah bisa menimbulkan musibah bagi anak yang disunat atau bagi keluarganya. Faktor lain juga adalah karena pada bulan-bulan tersebut tidak ada ritual adat yang dilaksanakan dalam kampu, dimana acara-acara yang dilaksanakan dalam kampu merupakan acara yang melibatkan semua ketokohan, baik itu tokoh adat, tokoh masyarakat, maupun tokoh agama (kyai adat).

        Masyarakat Adat dalam melaksanakan acara qhitanan memiliki beberapa proses/ kegiatan seperti menutu (menumbuk padi), ziarah kubur, roah jumat (barang dirik), kayu aiq, gawe, roah jumat (merangkap). Berikut penjelasan tentang setiap prosesi yang akan dilakukan untu acara kitanan tersebut.

1.    Menutu

        Menutu merupakan acara menumbuk padi bulu dengan menggunakan lesung perahu (rantok) dan lesung bundar (lesong). Menumbuk dengan lesung perahu yaitu memisahkan padi dari tangkainya, sedangkan menumbuk dengan lesung bundar (lesong) adalah untuk memisahkan beras dari kulitnya. Pada kegiatan menumbuk padi dilakukan secara gotong royong oleh para keluarga dan tetangga. Sehingga rasa social masyarakat adat akan terlihat pada acara-acara adat yang dilakukan, salah satunya pada acara qhitanan (sunatan). Beras inilah yang akan dijadikan sebagai bahan makanan pada saat acara, dan waktu untuk melaksanakan menutu adalah pada hari minggu malam, setelah sholat magrib.

        Menutu dipimpin oleh seorang perempuan yang disebut dengan Inan Menik. Inan Menik adalah orang yang bertanggung jawab untuk mengatur penggunaan beras yang digunakan pada saat acara. Orang yang akan menjadi Inan Menik merupakan orang yang memiliki garis keturunan dari Inan Menik yang bertugas di Kampu.

2.    Ziarah Kubur

       
Ziarah Kubur
Ziarah Kubur merupakan kegiatan mengunjungi kubur para tetua atau leluhur terdahulu, berdasarkan garis keturunan anak yang akan diqhitan. Kegiatan ziarah kubur ini dilakukan untuk mendoakan para leluhur supaya diberikan tempat yang layak disisiNya, serta untuk mendapatkan keberkahan dari para leluhur sehingga dalam palaksanaan qhitanan tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa ada musibah bagi anak yang akan diqhitan.

        Ziarah Kubur dilakukan sebelum acara dimulai yaitu seminggu sebelumnya, dan harus hari sabtu. Dalam ziarah kubur ini ada beberapa yang harus dipersiapkan untuk dibawa, yaitu sperti perlengkapan sirih dan pinang (lekok buak), bantal (makanan yang terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun kelapa muda).

        Sirih dan Pinang tersebut akan dikunyah sehingga menjadi sembek, sembek ini akan ditaruh diatas kubur para leluhur tadi. Sembek tersebut akan dipakaikan pada kening anak yang akan diqhitan dan keluarga liannya yang ikut pada acara ziarah kubur tersebut.

         Banatal merupakan jenis makanan wajib yang akan dibawa, bantal ini akan ditaruh juga bersamaan dengan sembek tersebut. Bantal dalam masyarakat adat menyebutnya sebagai aluq-aluq, artinya sebagai makanan yang akan dimakan pada saat ziarah kubur para leluhur terdahulu.

3.    Roah Jumat (Barang Dirik)

        Roah Jumat dilaksanakan pada hari jum’at sebelum acara qhitanan dimulai. Acara ini dilakukan selama 2 (dua) hari yaitu, hari kamis dan jum’at. Hari kamis adalah hari persiapan untuk mempersipakan segala sesuatunya untuk hari jum’atnya, sedangkan hari jum’atny adalah sebagai puncak acara. Roah jumat ini dilakukan untuk membuka acara qhitanan yang akan dilaksanakan selama 2 (dua) hari kedepan, yaitu pada hari minggu dan senin yang akan datang.

        Bahan makanan wajib yang harus dibuat pada acara roah jumat/barang dirik adalah peset, gula kelapa, wajik, jaja tujaq, jongkong, dan poteng. Jenis makanan tersebut dan makanan lainnya akan disajikan pada saat makam bersama dihari jum’at atau puncak acara yang dipimpin oleh kyai adat sebagai pemimpin do’a.

4.    Kayu Aiq

        Kayu Aiq merupakan acara satu hari sebelum acara qhitanan dilaksanakan yaitu hari minggu, pada hari ini Masyarakat Adat menyebutnya dengan tekan gawe. Menu makanan yang dibuat pada hari ini dan perlengkapan sirih untuk bahan sembek akan dibawa kemasing-masing kampu yang ada hubungannya dengan pihak keluarga. Sembek dari masing-masing kampu akan diambil pada hari senin pagi dan akan digunakan untuk menyembek anak yang akan diqhitan atau disunat.

        Puncak acara Kayu Aiq dilaksanakan meriap (makan bersama) yang dipimpin oleh Amak Lokaq Penyunat. Amak Lokaq Penyunat adalah orang yang memiliki jabatan adat berdasarkan garis keturunannya yang sudah ditentukan oleh para tokoh adat, pemangku, dan toak turun. Penyunat ini adalah orang yang memiliki tugas untuk mengkitan. Pada acara meriap diakhiri oleh do’a yang dipimpin oleh kyai adat. 

         Malam hari akan dilakukan baca lontar oleh para tokoh yang mampu untuk melakukannya. Lontar yang dibaca ini menggunakan tulisan jejawen (tulisan Jawa Kuno), sehingga tidak banyak yang mampu untuk membacanya, menggunakan tembang yang unik dan beraneka ragam. Ceritanya tentang kehidupan para tokoh terdahulu yang dijadikan sebagai sosok teladan dalam kehidupan sehari-hari, ada juga yang menceritakan tentang kesejarahan asal-usul kehidupan masyarakat Adat Bayan. 

          Dalam proses memaca dilakukan oleh 2 (dua) orang, ada yang membaca lontar, dan ada juga yang mengartikannya dalam behasa daerah atau bahasa lainnya sehingga bisa dimengerti oleh orang banyak. Orang yang membaca lontar disebut dengan Pemaca sedangakan yang mengartikannya disebut dengan Pujangga. Tempat untuk melakukannya adalah diberugaq epen gawe (berugak orang yang punya acara).
   
          Memaca atau bepaosan ini selalu dilakukan dalam setiap acara qhitanan yang ada di Masyarakat Adat Bayan, hal ini dilakukan dengan harapan akan memberikan pengaruh yang baik bagi masyarakat dengan mengikuti prilaku tokoh utama dalam cerita tersebut. Fungsi lainnya juga sebagai hiburan pada setiap orang yang hadir dalam acara qhitanan. Memaca ini dilakukan pada malam hari kayuq aiq (malam hari pertama) sampai batas kemampuan dan kemaun orang yang melakukannya, dan yang juga pada esok harinya yaitu saat anak di qhitan. 
Makan Bersama (Meriap)

5.    Gawe

        Gawe merupakan puncak acara, hari anak akan diqhitan yaitu hari senin. Pada puncak acara ini dipagi harinya anak yang akan diqhitan disembek terlebih dahulu dengan menggunakan sembek yang dari setiap kampu tersebut. Setelah nyembek selesai maka anak diqhitan oleh Amak Lokaq Penyunat. Tetapi dengan adanya kemajuan teknologi dan ilmu kesehatan yang lebih baik pada saat atau zaman sekarang ini, mayarakat lebih banyak menggunakan tenaga medis sebagai pengqhitannya, tenaga medis inipun akan mengikuti aturan adat yang berlaku baik dari cara berpakaian maupun cara-cara lainnya seperti makan bersama (meriap).

        Pada puncak acaranya dilaksanakan meriap juga, yang memimpin adalah Amak lokaq Penyunat atau tenga medis. Sedangkan yang memimpin do’a adalah kyai adat, kemudian tokoh dan tamu tamu yang ikut dalam acara meriap akan meng-amini do’a-do’a yang dibacakan oleh kyai adat tersebut.

        Dalam acara qhitanan ini ternak yang akan dikorbankan atau yang akan disemblih minimal kambing, jika keluarga yang mampu maka bisa tambahkan kerbau atau sapi. Jika ada sapi atau kerbau yang dikorbankan lebih dari satu, maka kyai adat yang digunakan harus sesuai dengan jumlah yang dikorbankan. Hal ini karena sudah menjadi ketentuan dalam masyarakat adat tidak boleh satu kyai adat menyemblih ternak sapi atau kerbau lebih dari satu ekor. Ketentuan seperti ini dibuat untuk menjaga keserakahan dari para kyai adat tidak memborong semua ternak korban dalam acara adat apapun.

        Dalam prosesi qhitanan secara adat, yang bertanggungjawab dalam segala persiapan sudah ditentukan sedemikian rupa sperti Inan Menik tadi, kemudian ada yang mengatur untuk memasak nasi yang disebut dengan Inan Nasiq, dan ada yang mengatur untuk memasak daging yang disebut dengan Aman Jangan (yang menjadi aman jangan adalah Amak Lokaq Pande atau Walin Gumi).

6.    Roah Jumat (merangkep)

        Roah jumat yang kedua adalah acara yang dilakukan untuk menutup semua acara yang dilakukan selama qhitanan. Roah jumat yang kedua ini dilakukan pada hari jum’at setelah acara qhitanan dilaksanakan. Pada acara ini yang membedakan adalah jenis makanannya, saat ini yang dibuat hanya peset, gula kelapa, dan jongkong. Acara Roah jumat yang kedua ini disebut juga dengan merangkep.

        Merangkep atau roah jumat yang kedua diakhiri dengan meriap atau makan bersama, dan do’a yang dipimpin oleh kyai adat juga.

        Begitu banyaknya prosesi yang dilaksanakan dalam acara qhitanan secara adat Bayan ini sehingga membutuhkan biaya yang lumayan besar, sehingga pada acara ini pihak keluarga akan menganjak keluarga lainnya yang memiliki anak laki-laki untuk bergambung bersama dalam mangqhitan anak mereka, sehingga dalam acara seperti ini terkadang bisa mencapai 3 bahkan sampai 9 atau lebih yang bergambung.

        Waktu pelaksanaan yang tidak boleh pada sembarang hari dan bulan ini juga menyebabkan banyaknya ritual yang semacamnya berlangsung pada hari yang sama. Tetapi hal ini terjadi apabila beda tempat atau tidak adanya hubungan keluarga diantara mereka yang mau mengqhitan anaknya.
Memasak Daging Sebagai Lauk
Mempersiapkan Bahan Makanan

No comments:

Post a Comment