Sunday, June 21, 2015

SISI LAIN RINJANI

Menumbuk Padi (Menutu)
Sisi Lain Rinjani

Rinjani merupakan Gunung Merapi yang menjulang tinggi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Di Gunung Rinjani ini terdapat Danau Segara Anak, Air panas yang selalu dijadikan sebagai tempat untuk berenang menghangatkan badan karena dinginnnya pegunungan. Dengan keindahannya yang begitu menakjubkan membuat tamu local dan mancanegara mencapai 2.000 orang lebih tiap tahunnya yang berkunjung. Tetapi, justru di bawah kaki Gunung Rinjani terdapat kelompok masyarakat adat yang tinggal dan hidup dengan kearifan lokalnya dalam kesehariannya.

Masyarakat Adat yang ada dan tinggal di bawah Gunung Rinjani  pada
bagian utara adalah Masyarakat Adat Bayan. Masyarakat Adat Bayan dalam kehidupannya sehari-harinya selalu melakukan aturan-aturan dan atau ketentuan adat yang sudah mereka jadikan sebagai tuntunan hidup dari para leluhur mereka sejak ratusan tahun lalu sampai sekarang. Terdapat beberapa ritual yang dilaksanakan dalam Kampu dan di rumah masing-masing Masyarakat Adat.

Menutu
Ritual yang dilaksanakan di dalam Kampu yaitu prosesi adat yang memang sudah ditetapkan oleh para tetua adat sejak zaman dahulu. Ritual yang seperti adalah prosesi adat yang tujuannya untuk keselamatan orang banyak, sehingga Masyarakat Adat yang harus datang ke Kampu (Tempat Ritual Adat yang dianggap suci).

Beberapa ritual yang dilaksanakan di dalam Kampu yaitu :

1.    Ritual Roah Ulan, merupakan prosei adat untuk membersihkan bulan dalam satu tahun, karena masyarakat adat mengenggap bahwa dalam tiap bulan mesti ada kesalahan yang dilakukan oleh setiap manusia, dan untuk menyambut datangnya bulan suci yaitu bulan puasa (ramdhan) kita harus siap dengan keadaan bersih, baik manusianya maupun bulan-bulan yang telah kita lewati.

2.    Sampet Jumat, adalah prosesi adat yang dilaksanakan di Kampu Karang Bajo untuk menutup semua ritual adat selama bulan puasa, baik di dalam Kampu maupun di rumah-rumah masyarakat. Yang boleh dilakukan hanya ritual untuk padi, kelahiran, dan kematian.

3.    Lebaran Tinggi, merupakan prosesi yang dilakukan oleh masyarakat adat untuk memeriahkan kemenangan karena telah melakukan puasa selama satu bulan penuh, dan ritual ini pada puncak acaranya dilakukan di Masjid Kuno Bayan.

4.    Lebaran Ketupat, dilaksanakan juga oleh masyarakat adat, yaitu seminggu setelah lebaran tinggi (idul fitri).

5.    Hari Raya Idul Adha, Seperti halnya pada masyarakat Islam pada umumnya, masyarakat adat juga merayakan Hari Raya Idul Adha, tetapi harinya yang berbeda. Lebaran Haji atau masyarakat adat menyebutnya dengan Lebaran Pendek ini dilaksanakan di Masjid Kuno pada puncak acaranya.

6.    Bubur Petak (putih), adalah ritual pembuatan bubur yang berwarna putih, acara ini dilaksnakan di areal Kampu Karang Bajo

7.    Bubur Abang (merah), yaitu suatu ritual adat yang dilaksnakan oleh komunitas adat Bayan.

8.    Maulid Nabi (mulud adat), dilaksnakan selama 2 hari, hari pertama yaitu hari persiapan, dan yang kedua adalah puncak acara. Ritual ini dilakukan untuk memperingati Nabi Besar Muhammad SAW. Pada Mulud Adat ini, yang terlibat adalah 4 kepembekelan, yaitu Karang Bajo, Bayan Timur (Timuk Orong), Bayan Barat (Bat Orong), dan Loloan.

Perjalanan Menebang Bambu Tutul
Dan ada juga beberapa ritual yang dilaksanakan di masing-masing rumah Masyarakat Adat yaitu:

1.    Buang Awu (selametan), merupakan ritual untuk memberikan nama bai/anak yang baru lahir akan dilaksanakan tergantung dari urip atau hari anak lahir, ada yang pelaksanaanya pada urip telu (3) yaitu tiga hari setelah anak lahir, ada yang urip lima yaitu lima hari setelah anak lahir dan ada juga yang nutulin yaitu sama harinya dengan kelahiran anak, disesuikan juga dengan bulan kelahiran.

Pada prosesi secara buang awu harus membuat olan-olan siwaq (makanan Sembilan jenis), yaitu dodol, wajik, peset, jongkong, bubur petak, bubur abang, gegulik, kelepon dan surabi. Olan-olan siwaq ini diyakini oleh Masyarakat adat sebagai bentuk dari segala rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan keturunan. Dalam buang awu ini, hewan yang dikorbankan paling tidak adalah kambing.

2.    Potong Rambut (kurisan), dalam adat Bayan disebut dengan mengkuris. Mengkuris ini memiliki arti yang sangat berarti dalam Masyarakar Bayan, dimana sebelum melaksanakan mengkuris maka seseorang tidak boleh memotong rambutnya, sehingga pelaksanaannya selalu dilaksanakan saat seorang anak berusia dibawah tiga tahun, hal ini supaya anak tersebut bisa potong rambut kapan saja setelah dilaksanakan posesi mengkuris.

Dalam proses mengkuris banyak hal yang harus dipersiapkan, diantara kambing sebagai ternak korban yang wajib dipotong pada hari pelaksanaannya. Bahan makanan yang lain juga seperti beras sebagai bahan makanan pokok untuk tamu undangan, serta batun dupa (uang bolong) untuk Kyai Adat sebagai ungkapan terima kasih dari pihak keluarga.

3.    Qhitan, Bagi kaun pria atau laki-laki yang muslim (Islam) hukumnya wajib untuk dikitan (sunat), bagitu pula dengan komunitas adat yang ada di Bayan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai umat muslim, Masyarakat adat juga melaksanakan sunatan sebelum masuk usia balik (dewasa). Masyarakat adat memiliki cara yang sedikit berbeda dibandingkan dengan masyarakat umum lainnya.

Masyarakat pada umumnya melaksanakan sunatan (qhitan) di hari-hari besar islam, seprti pada perayaan maulid Nabi Muhammad Saw. Atau hari-hari besar lainnya. Sedangkan masyarakat adat hanya melaksanakan sunatan pada hari senin untuk komunitas adat kepembekelan Karang Bajo, dan hari kamis untuk Kepembekelan Loloan dan Bayan. Bulan untuk melaksanakannya juga hanya pada bulan-bulan tertentu seperti rabiul awal, rajab, sya’ban, syawal dan julhijjah (bulan haji), sedangkan bulan-bulan lainnya tidak dipergunakan.

4.    Perkawinan (Nikah), Masyarakat Adat Bayan yang menjalankan tradsisi kawin lari memiliki ketentuan saji krama Adat, salah satu saji krama adat tersebut adalah dikenakan satu ekor sapi. Sapi tersebut merupakan saji krama yang diserahkan oleh pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan, dalam Masyarakat Adat Bayan menyebutnya dengan sapi wiring.

Masjid Kuno Bayan
Tampah Wirang merupakan acara pemotongan ternak yang diserahkan oleh pihak laki-laki tersebut kepada pihak perempuan. Sapi tersebut akan dikorbankan atau disembelih dikeluarga pihak perempuan, dan akan dijadikan sebagai lauk pauk untuk makan bersama dua keluarga besar.

Dalam acara Tampah Wirang ini, keluarga laki-laki akan mengundang semua keluarganya untuk mengantar sapi kepada keluarga perempuan, setelah tiba dikeluarga perempuan langsung dikorbankan pada hari itu juga. Pihak dari keluarga perempuan juga akan mengundang semua keluarganya untuk sama-sama menyaksikan dan memotong ternak wiring yang telah dibawa oleh pihak laki-laki.

Adat dan tradisi Tampah Wirang di Bayan merupakan salah bentuk untuk menjaga hubungan silaturrahmi sesama keluarga dan masyarakat. Adat dan budaya selalu membawa kebaikan dalam hubungan social, memiliki pilosofi yang penuh dengan syarat makna.

Koordinator atau penanggungjawab dalam setiap pekerjaan ditentukan berdasarkan dari garis keterunan pihak perempuan. Yang bertanggungjawab untuk mengatur penggunaan beras adalah Inan Menik. Inan Menik adalah saudara perempuan dari ibu kandung pengantin perempuan. Untuk memasak daging sapi yang bertanggungjawab adalah Aman Jangan, Aman Janan adalah saudara laki-laki dari pihak perempuan. Kemudian yang bertanggungjawab untuk memasak nasi adalah saudara perempuan dari ayah kandung pengantin perempuan. Yang terakhir adalah sebagai wali adalah saudara laki-laki dari ayah kandung siperempuan.
Membawa Bambu Tutul

Masyarakat Adat Ikut Ritual

No comments:

Post a Comment