Sunday, March 12, 2023

Bagian Kedelapan "Kisah Legendaris Perempuan Lombok, Denda Cilinaya"


Pada episode sebelumnya, Amaq Bangkol melihat istrinya yang sedang berjalan tergesa mendekati rumah, Amaq Bangkol terkejut, dikira istrinya sedang dikejar babi. Amaq Bangkol secepatnya mengambil parang dan mengajak anjingnya, menghampiri Inaq Bangkol. Amaq Bangkolpun kembali terkejut, setelah melihat apa yang digendong oleh istrinya.

Ternyata yang digendong oleh Inaq Bangkol adalah anak perempuan yang cantik. Amaq Bangkolpun bertanya kepada istrinya. Dimana kamu menemukan anak itu? Dia sedang duduk didekat air mancur, dibawah pohon kepundung, jawab Inaq Bangkol. Pada awalnya saya mengira itu adalah Jin atau setan, tetapi begitu saya dekati, ternyata anak manusia, makanya saya bawa pulang, tambah Inaq Bangkol. Kalo seperti ini, jelas anak manusia, dia cantik, manis, dan tubuhnya juga banyak perhiasan, ini pasti anak bangsawan. Kamu jangan pernah menceritakan hal ini kepada siapapun, tegas Amaq Bangkol kepada sitrinya. Anak itupun dibawa masuk rumah.


Secepatnya Amaq Bangkol menyuruh istrinya untuk mengambil air untuk memandikan perempuan kecil yang baru mereka temukan. Dengan cepat Inaq Bangkol mengambil periuk, melangkah menuju pancuran air, dan kembali dengan periuk yang sudah terisi air. Anak itupun segera dimandikan sampai bersih.

Cahaya yang bersih dan bersinar keluar dari sosok anak yang sudah dimandikan, bak bulan purnama yang baru terbit. Kebahagiaan Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol sangat sempurna, mereka yang tidak memiliki akhirnya punya anak yang begitu cantik dan manis.

Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol masih belum tahu nama untuk memanggil anak perempuan yang ayu tersebut. Diambilkan sirih,pinang, dan kapur, lalu Amaq bangkol membuat sembeq, dan ditempelkan pada kening anak itu sembari menyebut Cilinaya. Ya, anak tersebut diberikan nama Loq Cilinaya oleh Amaq Bangkol.

Inaq Bangkol segera mengambil nasi, lengkap dengan lauk pauk berupa simbur dan udang hasil dari Amaq Bangkol melaut. Kemudian anak itu dipakaikan kain belacu, digendong dengan kain yang berwarna hitam. Inaq Bangkol mendendangkan tembang sambil memberikan makan, anak itupun dengan lahapnya menikmati makanan yang disuapin.

Gubuk kecil yang ditinggali oleh 2 orang, yang dulunya sepi, hanya Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol, kini menjadi ramai dan penuh kebahagian.

Setelah Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol mengasuh Cilinaya, rizki hasil bumipun jadi berlimpah. Panen hasil kebun banyak, dan setiap Amaq Bangkol melaut selalu mendapatkan ikan. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun demi tahun terlewati, dan Cilinaya tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik, manis, dan pintar.


Cilinaya sudah pandai menenun, bahkan membaca dan menulis. Dia bisa membuat celana, songket, baju, dan topi, bahkan sudah bisa menjahit ala Jawa. Kesehariannya selalu menenum di gubuk kecil yang ada di pinggir hutan tersebut.

Fisik Cilinaya begitu sempurna, tubuhnya langsing, mukanya bundar beralis macan, lehernya begitu indah, lengannya bagaikan kacang hijau muda karena bagusnya, jari-jari tangannya sedikit runcing, dia terlihat bak manusia yang paling sempurna. Menggunakan sarung gerinting, ikat pinggang sutra, selendangnya warna hijau dari sutra, kondenya bundar, harnet berwarna merah dihiasi bunga, kukunya panjang seperti mustika, bibirnya merah bagaikan orang nyirih, giginya putih seperti mutiara, napasnya wangi, jalannya lemah gemulai berirama, seperti gandrung menari. Saat nenenun, suara jajaknya berdenting, setiap orang mendengar pasti terlena. Hewan kagum, burung yang terbangpun akan berhenti dan hinggap diatas rumah Amaq Bangkol apabila mendengar suara jajak Cilinaya yang menenun.

Cilinaya dipingit dan dijaga ketat oleh Amaq Bangkol dan Inaq Bangkol, pagar halaman berlapis 3 dan selalu terkunci,sehingga tidak satu pemudapun yang bisa masuk kerumah Amaq Bangkol. Mereka hanya bisa sampai luar pagar, setelah itu disuruh balik.

Pada tempat yang berbeda, di Kerajaan Daha, Raja dan Permaisuri masih dalam kesedihan yang berkepanjangan, mereka seperti orang gila, badan kurus kering tinggal tulang, rambutnya tidak terurus, masyarakat tidak diperhatikan, hanya patih saja yang mengatur jalannya kepemerintahan di Kerajaan Daha. Sampai suatu hari, ada dukun yang mampu menyembuhkan Datu Daha dan permaisurinya, yaitu dengan obat selupa-lupa.

 

No comments:

Post a Comment