Saturday, January 6, 2018

Cerita Bayan di Artcoffeelago


Malam minggu sekitar jam 22.30, tanggal 06 Januari 2018 duduk bareng bersama Tjatur Kukuh (Santiri Foundation), Gendewa Tunas Rancak (Santiri Foundation & Dosen Nahdatul Ulama), Ahyar Supriadi (Somasi NTB), Yuga Anggana (Kepala Prodi Sendratasik UNU), Kejun dan Bli Agus (Dosen Sendratasik UNU) serta Pak Dwi. Mereka adalah orang-orang keren dan hebad bagi saya, berdiskusi sampai jam 01.30 mebicarakan Bayan tentang bagaiman Sekolah Adatnya dijalankan kedepan.

Sekolah Adat Bayan yang akan dikembangkan di Masyarakat Adat Bayan merupakan sekolah Non Formal yang membuat meja Artcoffeelago hangat dengan segala ide dan pemikiran orang-orang lulusan pendidikan formal. Bagaimana peran sekolah formal dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang berpengaruh terhadap nilai dan juga existensi Masyarakat Adat Bayan. Ya ya ya………………itu mungkin bisa jadi bahan kita merenung, tentunya dengan refrensi lain juga dari pengalaman yang ada didiri kita dan lingkungan yang ada.

Membicarakan tentang Masyarakat Adat Bayan dalam transfer ilmu pengetahuan kepada generasi muda memang bukan sesuatu yang mudah, tetapi tidak mustahil. Pendapat dari setiap orang di salah satu café punyanya Gendewa Tunas Rancak dalam diskusi kecil dimalam minggu memberikan gambaran yang begitu banyak, bagaimana sebenarnya para orang tua Bayan dalam menyampaikan pesan kepada generasi, apa saja yang bisa dipelajarai oleh semua pihak, batasan mana tentang pengetahuan local yang memang harus dibedakan berdasarkan usia dan juga tingkat pengetahuan, strategi megajak ajak muda untuk mau belajar tentang diri, bagaimana para peneliti luar tentang menyimpulkan masyarakat Bayan, bahkan kata Bayan sebagai Pusat Pembelajaran Dunia tentang Adat yang mempu menyelamatkan alam, memiliki nilai social yang tinggi, sampai pada bagaimana cara berhubungan atau meyakini tentang ketuhanan.


3 jam berdiskusi dengan saran dan pendapat yang bervariasi untuk exsistensi ilmu local yang ada di Bayan tidak cukup, sampai pada akhirnya menjadi PR untuk semua tentang setiap pembicaraan dalam diskusi. Poin dari semua itu adalah, generasi yang ada di Bayan harus belajar dari orang tua.

Kesendirian saya yang berbicara tentang Bayan diantara orang-orang yang bukan Masyarakat Bayan merasa sangat special. Mereka yang bukan Masyarakat Bayan mau berfikir keras untuk menjaga dan tetap melestarikan Adat Bayan, bagaimana dengan kita sebagai generasi Bayan ………………….? Sudahkan kita bertanya ke orang tua…………? Sudahkah kita belajar tentang seni-seni yang ada di Bayan………………? Tentu jawabannya tidak di mereka, tetapi generasi Bayan senidiri yang mampu menjawabnya.

Saya sering mendengar tentang ungkapan orang tua kita di Bayan yang menyatakan “Bayan Pusat Dunia/Pusat Gumi”.  Ungkapan itupun keluar dari dalam diskusi itu, tetapi bukan dari diri saya sebagai Masyarakat Bayan. Itu artinya bahwa, orang luar sudah mengakui Bayan adalah pusat pembelajaran dunia. Apakah yang disampaikan orang tua kita di Bayan dan juga orang luar terhadap ungkapan tersebut sudah kita pahami sebagai Masyarakat Adat Bayan……………?

Dalam cerita saya ini, tentu tidak kepastian tentang hasil diskusi malam minggu di Arcoffeelago yang ada di Mataram, tetapi bagaimana kita menjawab semua itu di Sekolah Adat Bayan (Sekolah Budaya). Belajar tentang ilmu lain atau ilmu luar itu sangat penting, tetapi mempelajari jati diri dengan segala kearifan lokalnya itu jauh lebih penting, karena kita butuh ilmu local untuk berinteraksi dengan lingkungan sendiri.

1 comment: