Cupak Gurantang Jeruk Manis |
Cerita rakyat menyajikan berbagai permasalahan dan persoalan hidup manusia dalam jalinan peristiwa kehidupan duniawi yang terpapar melalui alur cerita. Cerita rakyat akan lebih menarik lagi apabila dipadukan atau diperkuat oleh berbagai unsur dalam cerita tersebut dan dibumbui oleh kepekaan dan kekayaan moral yang digambarkan oleh tokoh utama dalam cerita itu sendiri. Melalui cerita rakyat inilah masyarakat menarik minat yang akan mempengaruhi perkembangan kejiwaan bagi para pengagumnya.
Setiap cerita rakyat yang berkembang pada masing-masing daerah dan suku bangsa bertujuan untuk menggambarkan kebenaran-kebenaran dasar tentang kehidupan dalam rangka penemuan pedoman-pedoman moral suatu masyarakat dan pada ahirnya cerita rakyat ini dijadikan sebagai pedoman hidup oleh para pendukungnya. Salah satu cerita rakyat yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Sasak yang hungga kini diwariskan secara turun temurun adalah cerita rakyat Cupak Gurantang. Selain itu masih banyak pula cerita rakyat, legenda, dan dongeng yang berkembang pada masyarakat suku Sasak yang memperkaya kearifan lokal budaya Sasak.
Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang mampu memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan masyarakat penganutnya. Oleh sebab itu, setiap daerah wajib mempertahankan cerita rakyat mereka dari klaem daerah lain. Demikian juga hal-nya dengan kita yang mengaku diri sebagai keturunan suku Sasak, kita diharuskan untuk memiliki tanggung jawab moril terhadap kearifan lokal budaya yang kita warisi dari leluhur kita. Mengapa penulis mengatakan demikian, sebab ahir-ahir ini banyak pihak yang suka mengkelaem budaya asli bangsa kita sebagai milik mereka. Contohnya adalah Malaysia yang beberapa tahun lalu mengkelaem bahwa Reok Pono Rogo dan Batik Pekalongan sebagai kebuadayaan asli mereka. Padahal itu adalah kebudayaan asli daerah Indonesia, yaitu Ponorogo dan Pekalongan.
Hal yang sama juga pernah menimpa kearifan lokal budaya Sasak, dimana Bali pernah mengaku bahwa cerita rakyat Cupak Gurantang dan musik tradisional Gendang Beleq adalah cerita rakyat dan musik tradisional asli Bali dan permasalahan ini pernah diperdebatkan oleh pemerintah Lombok dengan Pemerintah Bali. Hanya saja, jika kita mengacu dari kenyataan yang ada maka dapat disimpulkan bahwa cerita rakyat Cupak Gurantang dan musik tradisional adalah milik masyarakat suku Sasak dan itu merupakan kebudayaan asli, serta kearifan lokal yang harus sama-sama kita jaga dan pertahankan.
Tulisan kali ini hanya akan membahas tentang cerita rakyat Cupak Gurantang. Cerita rakyat Cupak Gurantang merupakan sebuah cerita rakyat yang berkembang di daerah pulau Lombok. Cerita rakyat ini masih dikenal oleh masyarakat pulau Lombok dan bahkan masih sering dipentaskan. Cerita rakyat Cupak Gurantang adalah sebuah cerita rakyat yang menceritakan dua orang manusia yang memiliki sifat yang sangat bertentangan dimana sosok Cupak adalah seorang tokoh yang rakus, tamak, suka menipu, licik dan pemalas. Sedangkan sosok Gurantang adalah seorang insan yang jujur, perkasa, dan berwibawa.
Cerita Cupak Gurantang adalah cerita rakyat yang berkembang dan berasal dari kerajaan Buddha Daha yang ada di wilayah Bayan pada zaman dahulu. Munculnya sosok Cupak dan Gurantang diawali dari hilangnya putri raja Daha yang dibawa oleh seorang raksasa. Sebenarnya Cupak dan Gurantang adalah dua orang pengembara yang tidak diketahui asal usul keluarganya, tetapi mereka bertemu di hutan belantara saat mereka melakukan pengembaraan sehingga mereka melanjutkan perjalanan bersama-sama dan menjalin persaudaraan yang menurut sebutan masyarakat Sasak (Semeton Pendait). Dengan demikian, Cupak dan Gurantang tidak bersaudara kandung. Untuk lebih jelasnya mengenai cerita rakyat Cupak Gurantang ini, berikut kita sama-sama simak kronologis ceritanya dengan penuh penghayatan, sehingga kita dapat mengetahui kebenaran bahwa cerita tersebut adalah memang benar-benar cerita rakyat asli masyarakat suku Sasak. Dan melalui cerita ini, kiranya kita dapat memetik beberapa pesan moral yang nantinya bisa kita terapkan dalam kehidupan pribadi dan kehidupan bermasyarakat.
“…Cerita rakyat Cupak Gurantang dimulai dari kerajaan Budha Daha yang berkembang pada sekitar abad ke IX Masehi. Kerajaan Daha merupakan kerajaan Budha yang pernah ada di pulau Lombok. Pusat kerajaan ini bearada di wilayah Bayan Barat yang sekarang menjadi Desa Senaru. Kerajaan Daha dipimpin oleh seorang raja yang dikenal dengan nama Datu Daha. Datu Daha didampingi oleh dua orang patih yang sakti mandar guna, mereka adalah Patih Mangku Bumi dan Patih Mangku Negara. Datu Daha juga memiliki seorang putri yang sangat cantik, putrinya itu bernama Dewi Sekar Nitra.
Diceritakan bahwa Datu Daha tidak pernah member Dewi Sekar untuk main-main di luar istana dan ketika Denda Sekar Nitra sudah menginjak usia remaja, ia ingin sekali bermain-main di taman istana. Untuk itu, Denda Sekar Nitra meminta kepada ibunya, supaya ia diberikan izin untuk bermain-main di taman kerajaan Daha yang konon sangat indah. Tetapi, sang Nata Daha tidak berani member izin kepada anaknya, sebelum ia terlebih dahulu diizinkan oleh Datu Daha. Ahirnya sang Dewi Nata Daha membawa anaknya untuk menghadap kepada Datu Daha. Sesampai di depan sang perabu, Dewi Sekar Nitra langsung meminta kepada ayahandanya. “…Mamiq mangkin tiang owah beleq tiang melet bekedek jok taman kerajaan kanca inak umbaktiang..” (Ayahanda sekarang saya sudah besar, saya berkeinginan untuk bermain-main ke taman kerajaan bersama ibuasuh saya). Kemudian Datu Daha mengizinkannya untuk pergi dengan dikawal oleh Patih Mangku Bumi dan Mangku Negara.
Pada saat itu sang Datu Daha berpesan kepada kedua patihnya untuk menjaga sang putri dengan baik dan kedua patih tersebut berjanji akan menjaganya sampai darah penghabisan. Setelah mendapat izin dari Datu Daha dan dikawal oleh kedua orang Maha Patih kerajaan Daha maka berangkatlah sang Dewi Sekar Nitra ke taman kerajaan Daha bersama ibu asuhnya yang bernama Inaq Kasih. Sesampainya di taman istana, sang Dewi merasakan kebahagiaan yang tiada terhingga dan saking bahagianya Dewi Sekar Nitra berlari-lari kesemak-semak sambil menikmati pemandangan taman yang sangat indah di bawah siraman cahaya purnama.
Tiba-tiba terdengar suara yang sangat besar seperti terjadi gempa bumi dan suara halilintar. Wong Lanang…dedemit ranged melet mangan…ambun wong anak manusia…. Suara itu adalah suara seorang raksasa (Ganadawa). Raksasa itu berkata dengan sesumbar “Wong lanang sire hilai (siapa kamu)” dan kedua patih Datu Daha menjawabnya “aku adalah patih Mangku Negara dan Mangku Bumi sebagai pelindung Dewi Sekar Nitra putri tunggal sang Datu Daha”.
Hahahaaa……. Aku ne raksasa paling hebat eleq gumi sesene. Endeknarak spook manusia-pin sik bau membalaq kemeleq ku… hahahaaa… kata raksasa itu dengan geram sambil menatap Dewi Sekar Nitra yang jelita.
Beterus apa jaq kemeleq meq raksasa lenge…. Jawab Patih Mangku Bumi dengan tegas.
Ambun wong anak manusie,,, hahahaaaa, meleng ku Dewi Sekar Nitra. Meleng ku jauk ye jari pendamping ku lek dalem goa…. Jawab sang raksasa dengan bangga.
Hahahaaaa…. Endek mek cocok gin jari pendamping Dewi Sekar Nitra raksasa bodo… nie dengan solah enges, beterus kamu jak dengan lenge. We…. endak gamak berimpi lalok raksasa lenge. Ucap Patih Mangku Bumi sambil menertawai raksasa tersebut.
Raksasa itu geram mendengar perkataan Mangku Bumi dan Mangku Negara dan ia menyerang dengan garangnya. Akhirnya terjadilah pertempuran yang sangat sengit antara kedua patih itu dengan sang raksasa. Dalam pertarungan itu sang raksasa (Gendawa) dapat mengalahkan kedua patih kerajaan Daha karena bau raksasa yang melebihi bangkai. Setelah Patih Mangku Bumi dan Patih Mangku Negara dikalahkan maka sang raksasa membawa Dewi Sekar Nitra ke tengah hutan, sedangkan Inaq Kasih pingsan di tengah taman sebab ia merasa ketakutan melihat sosok raksasa tersebut.
Patih Mangku Bumi dan Patih Mangku Negara pulag ke kerajaan Daha Negara untuk melaporkan kejadian yang telah menimpanya kepada Datu Daha. Sambil menagis rakaian Mahapatih tersebut menghadap kepada Datu Daha dan sesampainya di depan Datu Daha mereka ditanya “..ada apa rakaian Maha Patih, kenapa kalian menagis, mana putri ku…” Tanya sang raja dengan tegasnya. Kemudian mereka mulai menceritakan bahwa sang Dewi Sekar Nitra dibawa oleh seorang raksasa (Gendawa). Sang Datu Daha sangat kaget mendengar laporan itu, sampai-sampai beliau menagis karena putri kesayangannya hilang.
Datu Daha sangat marah dan kecewa kepada kedua orang patihnya, lalu penuh kemarahan ia bertitah “…Rakaian Mahapatih, sekarang kalian aku utus untuk mencari orang yang dapat mengalahkan makhluk raksasa yang membawa putri kesayangan ku Dewi Sekar Nitra dan jika orang tersebut dapat membawa sang putri pulang dengan selamat maka orang tersebut akan aku beri hadiah yang sangat beasar yaitu setengah dari kerajaan ini dan ia juga akan aku kawinkan dengan sang putrid, serta kelak Ia akan mengganti akau menjadi raja di bumi Daha ini…”.
Mendengar titah dari rajanya kedu patih tersebut berangkat untuk mencari orang yang bisa mengalahkan raksasa dan membawa pulang sang Dewi Sekar Nitra dengan selamat. Selama berhari-hari, berminggu-minggu bahkan hingga berbulan-bulan kedua patih tersebut keluar masuk hutan dan kampung untuk mencari pendekar yang berani melawan raksasa yang memebawa putrid raja, namun mereka tidak juga menemukannya.
Sementara itu di tengah hutan belantara dua orang pemuda sedang melakukan pengembaraan dan pada suatu hari pemuda ini bertemu di tengah hutan yang sangat lebat. Konon hutan itu adalah hutan adat Senaru saat ini. Kedua pemuda tersebut adalah Cupak dan Gurantang. Konon Cupak berjalan dari arah utara dan Gurantang berjalan dari arah selatan.
Hey..apakah engkau manusia atau jin…?, kata Cupak sambil menunjuk Gurantang.
Aku ini manusia, siapakah engkau ?. Tanya Gurantang dengan suara lembut.
Aku pengembara yang tidak memiliki sanak saudara… Jawab Cupak.
Aku juga begitu saudara….siapa nama mu..?
Panggil saja aku Cupak, lalu siapa kamu ?
Panggil saja aku Gurantang…
Kalau begitu kamu sebenarnya mau kemana dan mencari apa Gurantang..?
Aku tidak punya tujuan…dan aku hanya mengikuti langkah kaki ku…maukah engkau jika kita menjalin persaudaraan… Tawaran Gurantang.
Baiklah kalau begitu mulai sekarang kita bersaudara, aku kak dan kamu adik ku sebab aku lebih besar dari pada kamu. Jawab Cupak menyetujui permintaan Gurantang.
Bagus kalau begitu dan sekarang kita maukeman kak Cupak..?
Kita berjalan saja menyusuri pawing ini, hingga kita temukan perkampungan. Ajak si Cupak.
Dengan demikian, mulai dari saat itu mereka berjalan bersama-sama menyusuri hutan belantara. Pada suatu hari di sesampainya di Pawang Bening (tanah tandus) di Bayan sebelah utara). Raden Cupak merasa lapar lalu Ia berkata kepada Gurantang.
“…oh adik ku Gurantang sekarang kaka mu merasa lapar sekali. Di sana kelihatan kepulan asap, mungkin di sana ada sebuah perkampungan maka tolonglah kakak mu. Tolong carikan kakak mu ini nasi mungkin di sana ada orang yang tinggal…”.
Gurantang menjawab “…coba saja kakak yang pergi karena kakak memiliki badan yang besar jadi jika nanti ada anjing hutan ataupun binatang buas lainnya yang menyerang, kakak bisa melawannya dan jika aku yang pergi jangan-jangan aku yang menjadi makanan serigala dan hewan buas lainnya…”.
Maka berangkatlah Cupak menuju tempat mengepulnya asap tersebut, hingga akhirnya sampailah Ia di sebuah rumah yang konon rumah tersebut adalah milik Inaq Bangkol dan Amaq Bangkol yaitu sepasang suami istri yang tinggal di dalam kawasan Pawang Bening. Setelah Si Cupak sampai di rumah Inak Bangkol, Ia tidak mendapatkan apa-apa karena keangkuhan dan ketidak sopanannya. Cupak kemudian kembali menemui adiknya dan menyuruh adiknya untuk pergi ke rumah yang ditemukannya tadi.
Akhirnya Gurantanglah yang pergi ke rumah tersebut untuk meminta makanan dan dengan kesopanannya maka Raden Gurantang mendapatkan nasi untuk menyambung hidup bersama kakaknya. Setelah mendapatkan nasi dari Inaq Bangkol, Gurantang membawa nasi tersebut kepada kakanya. Sesampainya di tempat kakanya menunggu, Ia disuruh lagi untuk mengambil air ke sungai dan di sinilah niat jahat Cupak mulai kelihatan. Ketika adiknya sedang mengambil air ke sungai Ia menghabiskan nasi itu sendirian dan pura-pura tidur.
Setelah adiknya kembali membawa air Ia pura-pura tertidur lelap dan Gurantang membangunkannya. Cupak pura-pura tersentak bangun dan berkata “He..Gurantang kalau kamu sudah dapat airnya ayo kita makan bersama-sama. Kakak sembunyikan nasinya di sebelah sana…” dan merekapun bergegas mencari nasi tersebut namun nasi yang mereka cari sudah tidak ada. Dengan kelicikannya Cupak menuduh Gurantang memakan nasi tersebut padahal yang menghabiskannya adalah dia sendiri. Ahirnya merekapun terlibat dalam pertengkaran. Namun, dengan kecerdikan dan kelicikannya lagi-lagi Cupak membuat sandiwara, Ia mengatakan bahwa nasi tersebut kemungkinan dimakan oleh anjing.
Setelah itu Cupak dan Gurantang melanjutkan perjalanan menyusuri hutan belantara dan tibalah mereka di sebuah jalan yang menuju kerajaan Daha Negara, di sana mereka bertemu dengan Patih Mangku Bumi dan Mangku Negara yang sedang mencari orang yang berani melawan raksasa.
Patih Mangku Bumi bertanya kepada Cupak “…kalau boleh saya bertanya kalian ini manusia ataukah raksasa…” pertanyaan ini dilontarkan oleh Patih Mangku Bumi karena melihat sosok Cupak yang sangat tegap besar dan berwajah jelek. Mendengar pertanyaann itu Cupak sangat marah sekali dan hampir bertengkar dengan kedua patih tersebut. Lalu, Kedua patih tersebut menawarkan kepada mereka (Cupak dan Gurantang) untuk mencari Dewi Sekar Nitra yang dibawa oleh raksasa seraya menawarkan hadiah seperti yang disebutkan oleh Datu Daha.
Mendengar tawaran tersebut, Cupak sangat tergiur dan mengatakan bahwa ia sanggup untuk melawan raksasa yang membawa Dewi Sekar Nitra. Namun dengan bijaknya Gurantang memperingati kakaknya “…Kakak ku yang aku sayangi janganlah engkau mengucapkan kebohongan sebab kebohongan akan membawa kita kepada kecelakaan, bukankah engkau tidak memiliki ilmu kedikjayaan dan bagaimana kakak akan mengalahkan raksasa yang besar dan sakti, jadi sebaiknya kakak jangan menyanggupi mahapatih sebab mereka adalah utusan raja dan nanti jika kita tidak bisa mengalahkan raksasa tersebut maka kita akan dicap sebagai orang yang bohong…”.
Mendengar peringatan itu, Cupak sangat marah kepada Gurantang.
“..Gurantang kamu diam saja ! kamu tidak tahu apa-apa, yang penting kita senag dan dapat makan enak kamu ikut saja…”
Mendengar perkataan kakaknya maka Gurantang ikut saja dan akhirnya mereka dibawa ke istana Kerajaan Daha Negara oleh kedua patih tersebut.
Setibanya di istana, Cupak dan Gurantang langsung dibawa menghadap kepada Datu Daha.
Datu Daha bertanya kepada mereka,
“…benarkah kalian berani melawan raksasa yang telah menculik putriku..?”
dengan angkuhnya Cupak menjawab “…betul gusti prabu saya yang akan membunuh raksasa tersebut. Tetapin sebelum kami pergi mencari raksasa itu saya butuh makan supaya saya punya tenaga untuk melawan raksasa. Masakkan saya nasi sebanyak satu ton dan saya minta satu pucuk keris untuk melawan raksasa itu…”. Sedangkan Gurantang hanya bisa mengangguk-angguk mendengar perkataan saudaranya.
Datu Daha langsung memerintah para pelayannya untuk memasakkan kedua tamu kehormatannya. Datu Daha juga memberikan sebilah keris sakti kepada Cupak. Di sinilah kelihatan rakusnya Si Cupak, semua orang terheran-heran melihat kerakusannya. Setelah itu Ia berangkatlah mereka (Cupak dan Gurantang) mencari raksasa dengan dikawal oleh Patih Mangku Bumi dan Mangku Negara bersama para perajuritnya.
Mereka di kawal hingga perbatasan kerajaan, Cupak dan Gurantang dilepas memasuki hutan belantara. Konon setelah berminggu-minggu menyusuri hutan maka bertemulah mereka dengan raksasa yang membawa Dewi Sekar Nitra.
Dari arah yang tidak diketahui terdengar suara yang sangat besar dan menggelegar. Suara itu adalah suara raksasa yang menyembunyikan Dewi Sekar Nitra di dalam sebuah sumur tua di tengah hutan belantara itu. Mendengar suara yang begitu keras, Cupak berlari terkencing-kencing dan mengajak Gurantang untuk meninggalkan hutan belantara.
Gurantang-pun memperingati kakaknya “…sudah saya katakana kaka tidak boleh sombong, lihat buktinya sekarang baru mendengar suaranya saja kakak sudah terkencing-kencing apalagi kalau sudah melihat sosoknya. Kalau begitu aku tidak mau dikatakan sebagai pembohong oleh Datu Daha dan jika tugas ini tidak kita lanjutkan maka kita akan dihukum oleh Datu daha…”
Mendengar perkataan saudaranya, Cupak langsung menjawab “…kamu saja yang melananjutkannya biar akau pulang sendirian…”. Namun, karena takutnya maka Cupak mengikuti Gurantang. Ia tidak berani pulang sendiri. Beberapa lama kemudian, tiba-tiba saja sosok raksasa yang sangat besar dan seram keluar dari tengah-tengah hutan belantara dan Cupakpun memberanikan diri melawan raksasa tersebut. Tetapi tidak begitu lama Cupak dikalahkan oleh raksasa tersebut dan akhirnya Cupak berlari terkencing-kencing.
Melihat kakanya dikalahkan oleh raksasa itu, Gurantang langsung menyerang raksasa tersebut. Pertarungan berjalan dengan sengit dan akhirnya raksasa tersebut terjatuh dan pingsan karena terkena kesaktian Gurantang. Melihat situasi yang begitu menguntungkan maka Cupak maju dan membunuh raksasa yang sudah pingsan itu dengan keris yang dibawa dari kerajaan Daha.
Selanjutnya mereka berunding untuk menyepakati siapa yang akan turun ke dalam sumur tempat Dewi Sekar Nitra disembunyikan oleh raksasa. Karena alasan Cupak terlalu besar dan berat untuk diturun naikkan dengan tali maka Cupak menyuruh adaiknya untuk turun dan dia di atas yang akan menarik tali dan menaikkan sang putrid. Ssetelah itu Gurantang turun ke dalam sumur yang sangat dalam dan gelap. Di dalam sumur tersebut, Gurantang menemukan sosok perempuan cantik yang sedang bersimpuh penuh rasa ketakuta. Sosok itu adalah Dewi Sekar Nitra.
Gurantang langsung memperkenalkan dirinya kepada Dewi Sekar Nitra dan mengajaknya keluar dari sumur tua itu. Gurantang kemudian berteriak member tahu Cupak supaya bersiap-siap untuk mengangkat dan mengeluarkan Dewi Sekar Nitra dengan tali yang sudah disediakannya. Mendengar adaiknya sudah bertemu dengan sang putri maka timbullah niat jahat Cupak untuk membunuh adiknya dan dengan liciknya Ia berkata “…Gurantang naikkan dulu sang putri baru kamu yang aku keluarkan belakangan…”, mendengar perkataan kakanya maka Gurantang tidak memikirkan apa-apa dan dia juga tidak pernah menduga bahwa kakanya akan berniat jahat. Dewi Skar Nitra kemudian dinaikkan terlebih dahulu.
Setelah Dewi Sekar Nitra sampai di atas maka Cupak mulai melakukan rencana jahatnya. Dia berkata “…jika Gurantang aku naikkan maka aku tidak akan dapat apa-apa, aku tidak akan dapat mengawini putri cantik ini sebab aku adalah orang yang jelek sedangkan Gurantang adik ku adalah orang yang sakti, pintar, jujur dan tampan maka pastilah dia yang akan mewarisi Daha Negara, lebih baik aku bunuh saja Gurantang di dalam sumur ini…”,
Cupak-pun menimbun sumur tersebut dengan batu dengan niat supaya adiknya Gurantang mati. Setelah sumur tua itu tertimbun batu, Cupak meninggalkannya begitu saja sambil memboyong Dewi Sekar Nitra ke luar dari hutan belantara menuju kerajaan Daha Negara. Sesampainya di istana, Cupak langsung dipertemukan dengan Datu Daha dan melaporkan bahwa dia-lah yang telah menyelamatkan Dewi Sekar Nitra dari cekeraman raksasa. Pada kesempatan itu, Datu Daha menanyakan tentang keberadaan Gurantang, mengapa dia tidak ikut ke istana dan Cupak mengatakan bahwa Gurantang adalah seorang penghianat dan pengecut. Ia mengatakan bahwa Gurantang melarikan diri saat diserang oleh raksasa dan kemudian ia jatuh ke jurang dan tertimpa oleh batu.
Mendengar pengakuan Cupak, sang putri langsung menyanggah dan berkata bahwa yang menyelamatkan dia adalah Gurantang dan Cupaklah yang menimbun Gurantang dengan batu di dalam sumur namun dengan kelicikannya Cupak mengeluarkan berbagai alasan yang dapat mengelabuhi raja.
Dengan penuh kemarahan Cupak berkata “…Gusti Prabu jika engkau tidak percaya dengan cerita saya ayo adu saya dengan keda patih mu biar di sini saya perang tanding membuktikan kesaktian saya…”
Akhirnya raja percaya bahwa Cupak memang benar-benar menyelamatkan Dewi Sekar Nitra. Karena putrinya sudah dibawa kembali dalam keadaan selamat, maka Datu Daha segera mempersiapkan pesta untuk membayar janjinya dan sekaligus akan mengawinkan Sekar Nitra dengan Cupak, serta akan segera menobatkannya sebagai raja Daha Negara.
Sementara itu dengan kekuasaan Tuhan, Gurantang bisa keluar dari dalam sumur yang pengap itu. Konon setelah keluar dari sumur Raden Gurantang melanjutkan perjalanan sampai ke kerajaan Daha Negara. Setibanya di alun-alun kerajaan Daha, Gurantang mengakui dirinya dan ingin bertemu dengan Datu Daha. Akhirnya dia bertemu dengan Patih Mangku Bumi dan Mangku Negara. Karena percaya akan perkataan Cupak maka kedua patih kerajaan Daha ini membunuh Gurantang dan mayatnya dibuang ke sungai.
Pada saat itu sebenarnya Gurantang pingsan namun kedua patih tersebut menganggapnya sudah mati. Gurantang yang dibuang ke sungai ditemukan oleh sepasang suami istri yang sedang menagkap ikan di muara sungai. Suami istri itu adalah Inaq Kasian dan Amaq Kasian. Merekapun membawa tubuh Gurantang yang sudah lunglai ke rumah mereka, di sana Gurantang dirawat dan dianggap sebagai anak mereka sendiri hingga Gurantang sembuh dari lukanya.
Pada suatu hari Inaq Kasian mendapat berita bahwa di kerajaan Daha ada Gawe Beleq (pesta besar-besaran), dimana Datu Daha akan menikahkan Dewi Skar Nitra dengan Raden Cupak. Pada saat itu diadakan acara tari perisean di halaman kerajaan Daha dan belum ada yang berani melawan Cupak untuk bermain prisean, Gawe Beleq itu diadakan selama sembilan hari sembilan malam.
Mendengar kabar tersebut maka Inaq Kasian mengajak Gurantang pergi mengikuti Gawe Beleq yang diselanggarakan oleh raja mereka, konon sesampainya di kerajaan Daha Cupak belum mendapatkan tandingan untuk perisean dan pada saat itu Cupak sesumbar. Apabila ia dapat dikalahkan oleh seseorang maka dia akan menyerahkan jabatan sebagai calon suami Dewi Sekar Nitra dan sekaligus pewaris tunggal kerajaan Daha Negara.
Akhirnya Gurantang maju dan memasuki arena perisean untuk melawan kakanya yang beberapa waktu lalu meninggalkannya di dalam sumur. Melihat kehadiran Gurantang, Cupak mersa ketakutan dan dia segera bertanya kepada Inaq Kasian yang dilihat membawa Gurantang
“…dari mana ibu temukan anak itu ?...”
Inaq Kasian menceritakan tentang Gurantang, tetapi maun tidak mau Cupak harus melawan Gurantang karena dia tidak mau malu di depan semua orang, karena dialah yang menantang terlebih daulu. Maka terjadilah pertempuran sengit di medan perisean dan dalam beberapa saat Gurantang dapat mengalahkan kakanya. Setelah melihat Gurantang, Dewi Skar Nitra langsung berteriak menagtakan inilah pasangan saya kepada semua orang yang ada di sana.
Kemudian Dewi Sekar Nitra menceritakan kepada semua orang bahwa yang menyelamtkannya adah Gurantang bukan Raden Cupak. Mendengar pernyataan Dewi Sekar Nitra maka Cupak langsung dikepung oleh perajurit Daha karena dianggap sebagai pembohong. Saat Cupak akan dibunuh, maka Gurantang yang bijak dan baik hati menangis dan memohon kepada raja Daha suapaya kakaknya jangan dibunuh. Cuapk-pun diberi ampun dan kemudian dibuang jauh dari istana, sedangkan Gurantang langsung diangkat menjadi pengganti raja di kerajaan Daha Negara sekaligus mengawini Dewi Sekar Nitra.
Berahirlah cerita Cupak-Gurantang yang sangat panjang dan penuh dengan nilai moral yang tinggi. Semoga cerita ini dapat kita jadikan sebagai suatu pelajaran bahwa kejahatan pasti akan dikalahkan oleh kebaikan. Kepura-puraan dan kerakusah hanya akan menghasilkan sesuatu yang tidak baik bagi kehidupan orang yang melakukannya.
No comments:
Post a Comment