Kampung Karang Bajo |
SEJARAH KARANG BAJO
Islam yang masuk di Pulau Lombok pada umumnya dan Bayan pada khususnya pada sekitar abad XVI yang menurut beberapa sumber menyatakan dibawa oleh Sunan Prapen dari Jawa, dan pada masa itu mampu didirikan Masjid yang sekarang kita kenal dengan Masjid Kuno Bayan. Letak dari Masjid Kuno ini yaitu di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Sekarang, Masjid kuno ini menjadi objek wisata.
Islam yang masuk di Pulau Lombok pada umumnya dan Bayan pada khususnya pada sekitar abad XVI yang menurut beberapa sumber menyatakan dibawa oleh Sunan Prapen dari Jawa, dan pada masa itu mampu didirikan Masjid yang sekarang kita kenal dengan Masjid Kuno Bayan. Letak dari Masjid Kuno ini yaitu di Desa Bayan, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Sekarang, Masjid kuno ini menjadi objek wisata.
Pada saat mendirikan Masjid tersebut, jamah yang ada pada waktu itu hanya 33 orang, sementara syarat berdirinya sebuah Masjid adalah memiliki jamaah sekurang-kurangnya 44 orang. Untuk mencukupi jamaah tersebut yang kekurangannya satu orang itu, sehingga diajak orang dari suku bajo yang tinggal dipesisir pantai labuahan carik, dan diberikan tempat tinggal disebelah utara Masjid Kuno, sehingga kampung tersebut diberikan Nama Karang Bajo. Jadi, nama Karang Bajo tersebut merupakan nama dari suku orang untuk mencukupi jamaah Masjid yang berasal dari suku bajo.
Karang Bajo sekarang menjadi sebuah kampung yang dihuni oleh Masyarakat Adat, dan memiliki struktur pemerintahan adat. Di Kampung ini terdapat pranata-pranata adat yaitu, Pembekel, Perumbaq Tengaq (Amaq Lokaq Gantungan Rombong), Amaq Lokaq Pande, Amaq Lokaq Penguban, Amaq Lokaq Singan Dalem, dan Kyai Lebe. Sebenanya masih ada juga beberapa pranata atau pejabat adat lainnya seperti Penjeleng dan Penyunat. Tetapi pranata tersebut yang menjabat belum ada, atau masih kosong.
Pengangkatan pejabat yang masih kosong ini belum bisa dilakukan, karena pecatu sebagai sumber penghasilan mereka sudah tidak ada lagi, atau sudah menjadi hak milik pribadi. Hal ini terjadi oleh oknum para pejabat pemerintah dimasa Orde Baru. Masa Orde Baru, kata-kata dan perbuatan setiap pejabat pemerintah merupakan hokum yang harus ditaati, setiap orang yang menentang dianggap sebagai pemberontak, sehingga apapun yang dilakukan oleh pejabat pemerintah pada masa itu tidak bisa ditentang oleh Masyarakat Karang Bajo.
No comments:
Post a Comment