Pada episode sebelumhya, Datu Daha bersama pengawal dan beberapa punggawa lainnya sedang menikmati kopi dan makanan yang disiapkan oleh Datu Keling. Merekapun langsung pamit setelah merasa cukup, karena haripun sudah mulai sore.
Setiba di Keraton, Datu Daha menceritakan tentang Datu Keling yang sudah punya anak laki-laki kepada permaisuri. Oh bagus, jawab permaisuri. Tinggal kita yang belum punya keturunan, tambahnya.
Hari terus berlalu, permaisuri selalu bertanya dalam diri, kapan saya akan melahirkan?
Pada keesokan harinya, dengan takdir Allah Yang Maha Kuasa, Permaisuripun merasakan sakit perut, pertanda bayinya akan lahir. Banyak warga yang membantu, dukunpun ikut membantu proses persalinan istri Datu Daha. Lahirlah bayi berjenis kelamin perempuan.
Kegembiraan di Kerajaan Dahapun bergemuruh, Datu Daha tak hentinya memandangi putrinya yang masih merah tersebut. Diperintahkan kepada Lukap untuk memukul kentongan. Lukap langsung berlari menuju balai pertemuan, dan memukul kentongan yang ada dibalai tersebut. Tidak begitu lama Lukap memukul kentongan, datanglah Lubak yang menggantikan untuk membunyikan kentongan secara terus menerus.
Suara ledakan senjata, gong gerantung, gendang, semuanya saling sahut hingga terdengar sampai laut. Semua orang berlari, termasuk yang sedang bekerja diladangpun akhirnya pulang, mereka membawa sapi, anak-anak mereka, ada yang membawa alat bajak, serta banyak perlengkapan lainnya. Mereka beranggapan sedang ada pertempuran di Negeri mereka.
Sesampai di Kerajaan Daha dalam kelelahan, mereka langsung bertanya dengan berbisik kepada Lukas. Ada apa gerangan, banyaknya suara gaduh di Negeri kita? Lukaspun menjawab, permaisuri Datu Daha sudah melahirkan anak perempuan, makanya ada suara gaduh diseluruh keraton. Wargapun merasa tenang setelah mendengar penjelasan dari Lukas, sebelumnya mereka mengira ada peperangan.
Datu Daha sangat berterimakasih kepada dukun yang telah membantu istrinya dalam persalinan, dukun diberikan uang, tikar bersama bantalnya, kain selendang, sarung, serta disuruh dukun tersebut untuk memakan hidangan enak yang sudah disiapkan sepuasnya.
Datu Daha sangat bahagia, memiliki putri yang cantik, dia lahir dihari yang baik, yaitu tanggal 15, dan dihari jum’at. Pembawaan hari dan tanggal saat itu Aras Gunung, karena itulah putri Datu Daha kulitnya kuning langsat. Datu Daha lupa diri, siang malam terus memangku putrinya, sampai lupa kepada istrinya juga, pendopo tidak diperhatikan, kesehariannya hanya menimang putri cantiknya yang baru lahir, sangat berbeda dibandingkan dengan Datu Keling.
Keseharian Datu Keling justru sibuk mengumpulkan, memilah emas selaka untuk tanduk kerbau, menyiapkan sepatu kerbau dari logam berharga, serta menyiapkan 3 ekor kerbau yang akan dikorbankan di Kayangan pada ritual potong rambut anaknya. Apa yang disiapkan Datu Keling melebihi nazar Datu Daha sebelumnya. Walaupun dalam nazar di Kayangan, Datu Keling hanya siap sekapur sirih, dan pinang.
Ke 3 kerbau yang disiapkan oleh Datu Keling, ekornya dilapisi dengan kain sutra, badannya dibungkus dengan ludru dan juga emas.
Hari berganti hari, minggu terus berlalu, dan tibalah waktu mereka membayar nazar untuk memotong rambut anaknya di Kayangan. Kabar tentang kesiapan Datu Keling tersebut sampai di telinga Datu Daha.
Mendengar kabar tersebut, Datu Daha bersama patih dan beberapa masyarakat pergi menanyakan kepastiannya kepada Datu Keling. Setiba di Keling, Datu Daha langsung bertanya kepada kakaknya. Kapan rencana pergi ke Kayangan untuk memotong rambut anak kakak? Rencananya 3 hari lagi, jawab Datu Keling. Datu Keling balik bertanya, apakah adik sudah menyiapkan segala keperluan yang akan di bawa ke Kayangan? Datu Daha menjawab, saya belum menyiapkan segala sesuatunya, mungkin acara ke Kayangan saya belakangan, setelah semuanya siap. Kalaupun saya ikut saat berkunjung ke Kayangan 3 hari yang akan datang, saya hanya sebatas menemani kakak saja, tambah Datu Daha. Bolehkah saya ikut, dan anak saya juga dipotong rambutnya? Toh kita bersaudara, anaku juga anakmu. Tambah Datu Daha dengan bertanya kepada kakaknya Datu Keling.
Datu Kelingpun dengan rendah hati meng-iyakan adiknya. Kapan waktu pasnya kita berangkat? Tanya Datu Daha lagi. Kita berangkat sebaiknya pagi-pagi sekali, jawab Datu Keling.
Pembicaraanpun usai, Datu Daha berpamitan untuk pulang. Akhirnya rombongan meninggalkan Keling menuju Kerjaan Daha.
Datu Daha langsung menggendong anaknya setelah tiba di keraton. Rencana keberangkatan kakaknya Datu Keling diceritakan kepada permaisurinya, bahwa mereka akan berangkat dalam beberapa hari kedepan. Saya juga sudah sepakat, bahwa kita akan ikut menuju Kayangan, dan anak kita juga rambutnya akan dipotong bersama anaknya Datu Keling. Dalam acara tersebut, kita hanya ikut mengiringi saja, dan untuk nazar yang sudah saya janjikan, kita menyusul saja.
Setelah 2 malam berlalu, Hari dimana mereka akan mengunjungi Kayanganpun sudah tiba. Datu Keling bersama masyarakat, prajurit, para pembesar kerajaan, dan punggawa bersiap-siap. Ada yang membawa beras, barang-barang kebutuhan, kerbau 3 ekor, dan banyak lagi barang bawaan lainnya. Keberangkatan Datu Keling menuju Kayangan begitu ramai, laki perempuan, kakak adik, semua berbondong-bondong mengiringi Datu Keling.
Apa yang akan terjadi dalam perjalanan menuju Kayangan? Tulis komentar kalian, polong renten, pelungguh sami, pada bagian bawah artikel ini.
No comments:
Post a Comment