Berugaq Agung |
MUSYAWARAH ADAT (GUNDEM)
Untuk mencapai mupakat dalam setiap persoalan yang ada, maka hal yang harus dialkukan adalah musyawarah. Musyawarah untuk mencapai mupakat merupakan bentuk pelaksanaan dari dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila pada sila yang ke 4 (empat) yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan.
Masyarakat Adat Bayan yang berada di bawah kaki Gunung Rinjani yang menjulang tinggi juga melakukan masyawarah untuk mencapai mupakat. Musyawarah ini dalam Masyarakat Adat memiliki penyebutan yang berbeda-beda tergantung masalah yang diputuskan dan tempat pelaksanaannya. Jika terkait dengan permasalahan yang ada ditingkat kampung dengan pelanggaran yang tidak melanggar ketentuan Toak Lokaq (Peraturan Gubuk) maka musyawarah itu disebut dengan rembuq, dan tempat pelaksanaannya adalah diberugak masing-masing Masyarakat Adat. Tetapi jika pelanggarannya itu terkait dengan Peraturan Gubuk, maka itu dinamakan dengan Gundem, dan pelaksanaannya adalah di Berugak Agung yang ada di Kampu Karang Bajo untuk Kepembekelan Karang Bajo.
Memang, jika kita melihat sejarah jauh kebelakang sebelum Negara Indonesia Merdeka pada tahun 1945, maka Dasar Negara untuk mencapai mupakat melalui musyawarah belum ada. Sementara Masyarakat Adat sudah ada dengan peraturan dan awik-awiknya, diantaranya adalah Rembuq dan Gundem untuk mencapai mupakat.
Pada tulisan yang ini akan dibahas terkait dengan pengambilan keputusan atau mencapai mupakat melalui Gundem.
Tempat untuk melaksanakan Gundem hanya di Berugak Agung. Berugak Agung ini berada diareal Kawasan Kampu Karang Bajo, Desa Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat – Indonesia.
Hal atau permasalahan yang dibahas dalam Gundem antara lain :
1. Persiapan pelaksanaan Ritual Adat yang sifatnya tidak tetap atau pasti seperti :
Untuk mencapai mupakat dalam setiap persoalan yang ada, maka hal yang harus dialkukan adalah musyawarah. Musyawarah untuk mencapai mupakat merupakan bentuk pelaksanaan dari dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila pada sila yang ke 4 (empat) yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, dalam permusyawaratan perwakilan.
Masyarakat Adat Bayan yang berada di bawah kaki Gunung Rinjani yang menjulang tinggi juga melakukan masyawarah untuk mencapai mupakat. Musyawarah ini dalam Masyarakat Adat memiliki penyebutan yang berbeda-beda tergantung masalah yang diputuskan dan tempat pelaksanaannya. Jika terkait dengan permasalahan yang ada ditingkat kampung dengan pelanggaran yang tidak melanggar ketentuan Toak Lokaq (Peraturan Gubuk) maka musyawarah itu disebut dengan rembuq, dan tempat pelaksanaannya adalah diberugak masing-masing Masyarakat Adat. Tetapi jika pelanggarannya itu terkait dengan Peraturan Gubuk, maka itu dinamakan dengan Gundem, dan pelaksanaannya adalah di Berugak Agung yang ada di Kampu Karang Bajo untuk Kepembekelan Karang Bajo.
Memang, jika kita melihat sejarah jauh kebelakang sebelum Negara Indonesia Merdeka pada tahun 1945, maka Dasar Negara untuk mencapai mupakat melalui musyawarah belum ada. Sementara Masyarakat Adat sudah ada dengan peraturan dan awik-awiknya, diantaranya adalah Rembuq dan Gundem untuk mencapai mupakat.
Pada tulisan yang ini akan dibahas terkait dengan pengambilan keputusan atau mencapai mupakat melalui Gundem.
Tempat untuk melaksanakan Gundem hanya di Berugak Agung. Berugak Agung ini berada diareal Kawasan Kampu Karang Bajo, Desa Karang Bajo, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat – Indonesia.
Hal atau permasalahan yang dibahas dalam Gundem antara lain :
1. Persiapan pelaksanaan Ritual Adat yang sifatnya tidak tetap atau pasti seperti :
a. Gawe Alip, pelaksanaanya hanya sekali dalam delapan tahun yaitu pada tahun Alip. Gawe Alip ini membutuhkan persiapan yang sangat matang, karena rposesi selama satu tahun lebih. Prosesi ini merupakan ritual untuk meremajakan Dunia (Bumi), karena untuk bisa melaksanakannya harus semua Masyarakat sudah membayar Sanksi Adat.
b. Taek Lauk Taek Daya, adalah ritual adat yang dilakukan untuk mengunjungi Gedeng Daya dan Gedeng Lauk. Di Gedeng-Gedeng tersebut dilakukan do’a bersama untuk mengharapkan semua binatang dan makhluk hidup yang ada di darat maupun dilaut akan tetap terpeliharan dan semakin bertambah untuk memenuhi kebutuhan Manusia. Ritual ini dilakukan sekali dalam 3 (tiga) tahun.
2. Pengangkatan Pejabat Adat (Pemangku), pejabat-pejabat adat yang diangkat melalui Gundem adalah sebagai berikut :
a. Amaq Lokaq Gantungan Rombong, adalah pejabat adat atau pemangku yang tugasnya untuk menjaga Kampu Karang Bajo dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kebutuhan ritual adat.
b. Pembekel, merupakan pejabat adat yang tugasnya menerima aspirasi dari semua Masyarakat Adat dari Kepembekelan Karang Bajo. Pembekel ini memiliki wilayah tanpa batas administrasi keperintahan, wilayahnya mencapai lintas Desa bahkan lintas Kecamatan dan Kabupaten.
c. Kyai Lebe, adalah tokoh Agama dalam Masyarkata Adat yang tugasnya sebagai pemotong ternak dalam ritual adat, dan juga sebagai pemimpin do’a dalam setiap acara adat yang dibantu oleh Kyai-Kyai Santri.
d. Perumbaq Daya, yaitu pejabat adat yang tugasnya untuk menjaga Hutan Adat Bangket Bayan.
e. Perumbaq Lauq, adalah pejabat adat yang tugasnya untuk menjaga kawasan laut jawa.
f. Penjeleng, adalah pejabat adat yang tugasnya membuat minyak Blonyo pada saat Ritual Gawe Alip.
g. Penyunat, yaitu pejabat adat yang tugasnya sebagai Pengqhitan (Sunat) Masyarakat Adat sebelum masuk usia baliq.
3. Gundem ini juga dilakukan apabila Rembuq yang dilaksanakan ditingkat Kampung Masyarakat tidak bisa mencapai mupakat.
Yang terlibat dalam Gundem ini adalah :
1. Amaq Lokaq Pande, adalah pejabat adat yang tugasnya mengesahkan hasil Gundem/mupakat yang dicapai. Amaq Lokaq Pande ini dipilih berdasarkan kesepakatan dari garis keturunannya saja, Tokoh Adat dan Masyarakat lainnya hanya menerima siapa yang dipilih oleh garis keturunan mereka.
2. Walin Gumi, memiliki tugas sebagai pembuka bumi yang akan dihuni oleh setiap orang (Masyarakat Adat). Pengangkatannya sama seperti Amaq Lokaq Pande yaitu berdasarkan kesepakatan dari garis keturunannya.
3. Toak Turun, adalah tokoh adat yang tersebar disemua kampung yang memiliki garis keturunan Masyarkat Adat.
4. Bat Orong, merupakan tokoh dan pejabat adat yang berasal dari Kepembekelan Bat Orong (Bayan Barat), kehadiran adalah sebagai saksi untuk mengetahui hasil keputusan atau mupakat yang telah diambil, ataupun pejabat adat yang terpilih.
5. Timuq Orong, merupakan tokoh adat dan pejabat adat yang berasal dari Kepembekelan Timuq Orong (Bayan Timur), kehadirannya sama seperti Bat Orong hanya sebagai saksi saja.
6. Loloan, seprti halnya Bat Orong dan Timuq Orong. Tokoh dan pejabat adat yang hadir adalah dari Kepembekelan Loloan, dan mereka juga sebagai saksi.
Adat Bayan merupakan kesatuan dari 4 (empat ) Kepembekelan yang ada yaitu Bat Orong, Timuq Orong, Loloan, dan Karang Bajo itu sendiri. Dalam Gundem dilakukan juga dengan menghadirkan keterwakilan dari tokoh dan pejabat adat dari semua Kepembekelan yang ada.
Pejabat Adat yang bertugas untuk mengundang (menyilaq) semuanya adalah dari Amaq Lokaq Singgan Dalem, yang memang tugas dari jabatannya adalah sebagai penyilaq dalam ritual adat maupun Gundem.
Yang terlibat dalam Gundem semuanya adalah laki-laki, hal ini dilakukan karena segala sesuatu yang menyangkut kehidupan orang banyak (laki-laki dan perempuan) yang menentukan hanya laki-laki saja (tidak boleh perempuan yang menjadi imam untuk laki-laki). Perempuan akan menyampaikan aspirasi atau pendapatnya kepada keluarga laki-laki yang terdekat dan yang akan hadir pada saat Gundem.
Aturan dan awik-awik yang dibuat oleh Masyarakat Adat Bayan samapai saat ini masih terpelihara dan masih ditaati oleh Masyarakatnya. Segala sesuatunya harus diambil berdasarkan kesepakatan bersama. Ritual Adat yang dilaksanakan masih dengan melibatkan tokoh dan pejabat adat.
b. Taek Lauk Taek Daya, adalah ritual adat yang dilakukan untuk mengunjungi Gedeng Daya dan Gedeng Lauk. Di Gedeng-Gedeng tersebut dilakukan do’a bersama untuk mengharapkan semua binatang dan makhluk hidup yang ada di darat maupun dilaut akan tetap terpeliharan dan semakin bertambah untuk memenuhi kebutuhan Manusia. Ritual ini dilakukan sekali dalam 3 (tiga) tahun.
2. Pengangkatan Pejabat Adat (Pemangku), pejabat-pejabat adat yang diangkat melalui Gundem adalah sebagai berikut :
a. Amaq Lokaq Gantungan Rombong, adalah pejabat adat atau pemangku yang tugasnya untuk menjaga Kampu Karang Bajo dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk kebutuhan ritual adat.
b. Pembekel, merupakan pejabat adat yang tugasnya menerima aspirasi dari semua Masyarakat Adat dari Kepembekelan Karang Bajo. Pembekel ini memiliki wilayah tanpa batas administrasi keperintahan, wilayahnya mencapai lintas Desa bahkan lintas Kecamatan dan Kabupaten.
c. Kyai Lebe, adalah tokoh Agama dalam Masyarkata Adat yang tugasnya sebagai pemotong ternak dalam ritual adat, dan juga sebagai pemimpin do’a dalam setiap acara adat yang dibantu oleh Kyai-Kyai Santri.
d. Perumbaq Daya, yaitu pejabat adat yang tugasnya untuk menjaga Hutan Adat Bangket Bayan.
e. Perumbaq Lauq, adalah pejabat adat yang tugasnya untuk menjaga kawasan laut jawa.
f. Penjeleng, adalah pejabat adat yang tugasnya membuat minyak Blonyo pada saat Ritual Gawe Alip.
g. Penyunat, yaitu pejabat adat yang tugasnya sebagai Pengqhitan (Sunat) Masyarakat Adat sebelum masuk usia baliq.
3. Gundem ini juga dilakukan apabila Rembuq yang dilaksanakan ditingkat Kampung Masyarakat tidak bisa mencapai mupakat.
Yang terlibat dalam Gundem ini adalah :
1. Amaq Lokaq Pande, adalah pejabat adat yang tugasnya mengesahkan hasil Gundem/mupakat yang dicapai. Amaq Lokaq Pande ini dipilih berdasarkan kesepakatan dari garis keturunannya saja, Tokoh Adat dan Masyarakat lainnya hanya menerima siapa yang dipilih oleh garis keturunan mereka.
2. Walin Gumi, memiliki tugas sebagai pembuka bumi yang akan dihuni oleh setiap orang (Masyarakat Adat). Pengangkatannya sama seperti Amaq Lokaq Pande yaitu berdasarkan kesepakatan dari garis keturunannya.
3. Toak Turun, adalah tokoh adat yang tersebar disemua kampung yang memiliki garis keturunan Masyarkat Adat.
4. Bat Orong, merupakan tokoh dan pejabat adat yang berasal dari Kepembekelan Bat Orong (Bayan Barat), kehadiran adalah sebagai saksi untuk mengetahui hasil keputusan atau mupakat yang telah diambil, ataupun pejabat adat yang terpilih.
5. Timuq Orong, merupakan tokoh adat dan pejabat adat yang berasal dari Kepembekelan Timuq Orong (Bayan Timur), kehadirannya sama seperti Bat Orong hanya sebagai saksi saja.
6. Loloan, seprti halnya Bat Orong dan Timuq Orong. Tokoh dan pejabat adat yang hadir adalah dari Kepembekelan Loloan, dan mereka juga sebagai saksi.
Adat Bayan merupakan kesatuan dari 4 (empat ) Kepembekelan yang ada yaitu Bat Orong, Timuq Orong, Loloan, dan Karang Bajo itu sendiri. Dalam Gundem dilakukan juga dengan menghadirkan keterwakilan dari tokoh dan pejabat adat dari semua Kepembekelan yang ada.
Pejabat Adat yang bertugas untuk mengundang (menyilaq) semuanya adalah dari Amaq Lokaq Singgan Dalem, yang memang tugas dari jabatannya adalah sebagai penyilaq dalam ritual adat maupun Gundem.
Yang terlibat dalam Gundem semuanya adalah laki-laki, hal ini dilakukan karena segala sesuatu yang menyangkut kehidupan orang banyak (laki-laki dan perempuan) yang menentukan hanya laki-laki saja (tidak boleh perempuan yang menjadi imam untuk laki-laki). Perempuan akan menyampaikan aspirasi atau pendapatnya kepada keluarga laki-laki yang terdekat dan yang akan hadir pada saat Gundem.
Aturan dan awik-awik yang dibuat oleh Masyarakat Adat Bayan samapai saat ini masih terpelihara dan masih ditaati oleh Masyarakatnya. Segala sesuatunya harus diambil berdasarkan kesepakatan bersama. Ritual Adat yang dilaksanakan masih dengan melibatkan tokoh dan pejabat adat.
No comments:
Post a Comment